VISI DAN MISI PMII


Visi dasar PMII
Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan. Visi keIslaman yang dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat. Sedangkan visi kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.

Misi dasar PMII;
Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk.

ATRIBUT PMII

Bendera PMII
  • Pencipta Bendera: Sahabat Shaimoery WS.
bendera.jpg
  • Ukuran: Panjang dan lebar (perbandingan 4×3)
  • Warna dasar: Kuning
  • Isi Bendera: Lambang PMII terletak di tengah; tulisan PMII terletak pada sebelah kiri lambang membujur ke bawah.
  • Penggunaan: Digunakan pada upacara-upacara resmi organisasi, baik intern maupun ekstern dan upacara Nasional.
  • Penempatan: Diletakkan di depan tempat upacara dan di sebelah kiri bendera Kebangsaan Republik Indonesia.
Lambang PMII
  • Pencipta Lambang: Sahabat H. Said Budairi
logo-pmii.jpg
Makna Lambang
A. Bentuk
  1. Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam Indonesia terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
  2. Bintang berarti lambang ketinggian semangat dan cita-cita yang selalu memancar.
·         5 (lima) Bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah SAW dengan empat sahabat yang terkemuka (Khulafa al-Rasyidin).
·         4 (empat) Bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzab (Madzahib al-Arba’ah) yang berhaluan Ahlu Sunnah wa al-Jamaah, baik sebagai kerangka berfikir (Manhaj al-Fikr) atau hasil pemikiran.
·         9 (sembilan) Bintang adalah sebagai jumlah bintang dalam lambang, dapat berarti ganda, yakni: Rasulullah SAW dengan Empat Sahabat serta Empat Imam Madzab. Dan sembilan orang penyebar Islam di Indonesia yang disebut Wali Songo (sembilan wali Allah).
B. Warna
  1. Biru sebagai warna tulisan PMII berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh kader PMII. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan penyatu wawasan nusantara.
  2. Biru Muda sebagai warna dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu, iman dan amal.
  3. Kuning sebagai warna dasar perisai sebelah atas berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penghargaan menyongsong masa depan.
C. Penggunaan Lambang
  1. Pada papan nama.
  2. Bendera.
  3. Kop surat
  4. Stempel.
  5. Jas.
  6. KTA PMII dan
  7. Benda atau tempat-tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan identitas organisasi dan ukurannya disesuaikan dengan penggunaan.
  8. Lencana/Badge PMII (lencana adalah lambang PMII yang dipakai pada jas atau baju).

Stempel PMII
  • Bentuk: Persegi Panjang (2×6)
  • Isi: Sebelah kiri lambang PMII, dan di sebelah kanan lambang adalah tulisan kedudukan kepengurusan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, nama badan.
  • Warna tinta: Merah

Kartu Anggota
Isi KTA
Halaman Depan

  1. Lambang PMII sebelah kiri atas.
  2. Tulisan kartu anggota
  3. Nama Institusi.
  4. Alamat Sekretariat institusi.
  5. Foto anggota bersangkutan.
  6. Nama dan tanda tangan anggota bersangkutan
Halaman Belakang
  1. Nomor KTA
  2. Nama.
  3. Tempat tanggal lahir.
  4. Jenis kelamin.
  5. Alamat.
  6. Komisariat.
  7. Tanggal pembuatan.
  8. Pengurus Cabang yang membuat (ditandatangani langsung).
Mars PMII
  • Pencipta Lagu: Sahabat Shaimoery WS.
  • Syair: Sahabat H. Mahbub Djunaedi
  • Penggunaan: Mars PMII dilantunkan pada pembukaan acara resmi organisasi, baik bersifat intern maupun ekstern atau umum. Mars PMII dilantunkan secara bersama-sama dengan berdiri tegak, khidmat dan penuh semangat.

Mars PMII
Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu cita
Pembela bangsa penegak agama
Tangan terkepal dan maju ke muka

  • Habislah sudah masa yang suram
  • Selesai sudah derita yang lama
  • Bangsa yang jaya Islam yang benar
  • Bangun tersentak dari bumiku subur
Denganmu PMII pergerakanku
Ilmu dan bakti kuberikan
Adil dan makmur kuperjuangkan
Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanku

  • Inilah kami wahai Indonesia
  • Satu angkatan dan satu jiwa
  • Putera bangsa bebas merdeka
  • Tangan terkepal dan maju ke muka

Hymne PMII
Bersemilah
Bersemilah… bersemilah… Tunas PMII
Tumbuh subur tumbuh subur Kader PMII
Masa depan di tanganmu
Untuk meneruskan perjuangan
Bersemilah… bersemilah… Kau harapan bangsa

Berjuanglah PMII
Berjuanglah PMII berjuang
Marilah kita bina persatuan
Berjuanglah PMII berjuang
Marilah kita bina persatuan

  • Hancur leburkanlah angkara murka
  • Perkokohlah barisan kita… Siiiap!
Sinar api Islam kini menyala
Tekad bulat jihad kita membara
Sinar api Islam kini kenyala
Tekad bulat jihad kita membara

  • Berjuanglah PMII berjuang
  • Menegakkan kalimat Tuhan
  • Menegakkan kalimat Tuha…n








POLITIK KAMPUS SEBAGAI MEDAN DISTRIBUSI KADER; Sebuah Tinjauan Perspektif Pengkaderan


Syafiuddin Tohir - Dalam institusi (PMII) kita terdapat sebuah system yang mengatur pola pembinaan pengembangan kader yang biasa kita sebut dengan P4 PMII. Hal ini diharapkan dalam pematangan kapasitas dan kapabilitas sebagai seorang kader PMII dapat terlaksana secara komprehensif dan simultan sehingga kader PMII menjadi kader yang tangguh di segala bidang seperti halnya yang telah di cita-citakan oleh PMII,menjadi kader yang ulul albab.
Momentum kongres mahasiswa UYP merupakan salah satu medan garapan tentunya bagi intstitusi kita (PMII Ngalah,red)-diakui atau tidak-sebagai entitas kekuatan gerakan mahasiswa karena besarnya massa yang hampir terdistribusi disetiap lini Universitas Yudharta. Besarnya massa ini merupakan kekuatan besar (the big Power) yang harus kita berdayakan sebagai motor utama gerakan mahasiswa. Jika dalam kongres mahasiswa Yudharta nanti PMII dapat merebut kekuasaan –baca kemenangan politik-yang mempunyai peran strategis dalam memajukan dan meningkatkan citra mahasiswa didalam kampus (intern university) maupun diluarnya (extern university) tentunya tetap dengan etika politik(etich of politic) maka PMII mengusai separuh tingkat keberhasilan dalam proses pengkaderan.
Dalam proses pengkaderan PMII ada 3 hal yang harus selalu diupayakan. Pertama, penguatan basic skill kader. Penguatan basic ini bertumpu pada ideologisasi trilogi PMII yaitu Nilai Dasar Pergerakan (NDP), Aswaja sebagai manhaj al-fikr dan paradigma kritis transformatif. Diharapkan setiap jiwa (the soul) kader PMII terpatri sebuah ideologi yang mencerminkan nilai-nilai keislaman berdasarkan ahlussunnah wal jamaah didalam diri dan kehidupannya selalu melawan segala bentuk penindasan demi menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam kerangka hidup berbangsa dan bernegara. Penguatan basic ini(baca;ideologi dan doktrinasi) adalah factor kunci pengkaderan yang dalam PMII merupakan bagian dari format pengkaderan formal yang terdiri dari 3 tahap MAPABA, PKD dan PKL, dimana dari tahapan-tahapan itulah kader PMII dimatangkan oleh institusi. Penguatan dan dekontruksi wacana keagamaan, politik, ekonomi, budaya dan hukum harus menjadi makanan otak sehari-hari kader PMII yang selalu terkunyah di mulut nalar kritis kader. Sehingga kader PMII mencerminkan nilai ideal seorang mahasiswa intelektual yang kaya wacana.
Doktrin agama harus terdekontruksi dalam taraf yang membebaskan apabila doktrin tersebut tidak dapat merubah tatanan/sistem yang tak lagi membebaskan dan tidak memihak pada keadilan sehingga wacana keislaman bukan hanya mengandung aspek yang berkaitan dengan hal yang bersifat ritus dan dogma saja tetapi dapat ditranformasikan kedalam kultur nmasyarakat demi pencapaian keadilan dan kesejahteraan. Pemahaman kader terhadap wacana keagamaan yang inklusif harus selalu diberikan sejak dini karena model keislaman itulah yang memang dipakai PMII dalam mewujudkan cita-citanya.
Kemampuan kader PMII dalam membaca realitas yang bersifat localy ataupun melampaui batas batas wilayah (globaly) dengan pisau kritisnya adalah tendensi dari kapasitas kader dan sekaligus akan memberikan gambaran keberhasilan proses transformasi wacana PMII kepada kadernya. Kedua, perebutan medan politik. Hal ini erat kaitannya dengan proses dasar pendidikan politik bagi kader PMII. Kader PMII harus mampu mendayagunakan akalnya demi meraih kekuasaan yang tentu harus berbekal cakap dalam komunikasi massa, strategi politik yang tangguh analisis sosial yang hebat dan sebagainya. Kekuasaan itu tentunya direbut dalam rangka menciptakan keadilan dan kesejahteraan bukan atas dasar kepentingan pribadi dan sesaat. Perebutan medan ini sebagai bentuk evaluasi internal yang akan menilai kemampuan PMII dalam scala mikro menancapkan pengaruhnya pada level-level perguruan tinggi karena level inilah paling fundamental yang akan menentukan strategi gerakan sebagai bentuk tranformasi citra PMII. Ketiga, distribusi kader. Intstitusi ataupun leader PMII harus mampu menciptakan medan yang didalamnya terdapat area-area strategis sebagai sarana menempatkan kader-kader PMII (distribusi kader) yang cukup kapasitas serta mempunyai kredibilitas yang sudah diakreditasi oleh warga PMII maupun warga diluar PMII.
Penempatan posisi bagi kader pada level-level strategis merupakan salah satu sarana pembuktian dan implementasi kemampuan kader dalam rangka tranformasi ilmu pengetahuannya. Apabila hal ini berjalan dinamis maka PMII jelas akan menuai keuntungan besar karena kader PMII selain dimatangkan oleh institusi juga dibesarkan oleh lingkungan yang nantinya akan menjadi nilai positif out-put kader. Selain itu kader PMII adalah kader yang mempunyai kemampuan managerial organisasi yang baik berdasarkan experientasinya.
Medan poltik kampus adalah keniscayaan bagi PMII karena dengan adanya medan tersebut maka PMII mempunyai akses yang jelas sekaligus memainkan peran dalam setiap gerakannya. Kalau sudah demikian bukankah pengkaderan PMII yang bertujuan menciptakan kader tangguh sudah ada di kepalan tangan kita?




































Sudah Benar "PMII Tetap Islam"
Oleh M. Said Budairy *

Keputusan Kongres XII PMII di Surabaya menolak gagasan perubahan nama PMII dari berkepanjangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menjadi Pergerakan Mahasiswa Independen Indonesia, menurut saya sudah benar. Meskipun usul perubahan itu didukung bahkan didorong oleh Dr. H. Said Agil Siradj, yang sekarang sedang menjabat sebagai salah seorang Katib Syuriah PBNU (Jawa Pos 4/12). Pandangan Said Agil adalah pandangan pribadi, bukan pandangan lembaga PB Syuriah NU. Soal perubahan nama PMII, memang ada yang berpandangan apalah artinya nama. Tapi ada pula yang berpendapat nama memberikan petunjuk hakekat si empunya nama. Cenderung kepada pandangan yang manapun, untuk merubah nama sebuah organisasi dengan alasan apapun, ya jangan grusa-grusu begitu. Tidak usahlah terlalu jauh dengan menggunakan teori-teori onomastics, ilmu kajian nama dan sejarahnya. Usia PMII baru 37 tahun. Para perintis berdirinya sebagian masih hidup. Mudah diminta informasinya kenapa dulu organisasi ini diberi nama PMII - Islam. Bukan PMII-Independen.
Pada awalnya berkaitan erat dengan masa depan NU. Untuk mewujudkan cita-cita bentuk kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara Indonesia, para ulama dan zuama NU tiada henti-hentinya berusaha mencetak kader. Berbagai cara dan jalur ditempuh. Mulai dari memanfaatkan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang ada di lua negeri (khususnya Makkah dan Kairo), membangun dan mengembangkan pesantren dan madrasah diniah, sampaipun memanfaatkan sekolah-sekolah umum di dalam maupun luar Indonesia. Semuanya ikhtiar itu mereka lakukan melalui pendekatan institusional maupun personal. Kebutuhan NU akan kader-kader yang baik semakin membengkak dan beragam, semenjak jamiyah diniyah Islamiyah ini memproklamasikan dirinya menjadi partai politik Nahdlatul Ulama pada tahun l952.
Pengembangan kader melalui pendidikan formal saja tidaklah cukup. Maka, melengkapi Gerakan Pemuda Ansor yang telah ada, lahirlah Ikatan Pelajar NU (IPNU) tahun l954. Setahun kemudian lahir pula Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Di dalam wadah IPNU dan IPPNU mula-mula para mahasiswa/mahasiswi NU bergabung. Pelajar putera dan puteri madrasah, sekolah umum, santri pesantren, mahasiswa dan mahasiswi NU, wadah kegiatannya semua di dalam kedua organisasi itu. Baru 6 tahun kemudian melalui keputusan Konperensi Besar IPNU di Kaliurang, Yogyakarta (14 - 16 Maret l960), ditetapkan sudah waktunya organisasi mahasiswa NU dilahirkan, terpisah secara struktural dengan IPNU. Sebuah tim dibentuk terdiri 13 orang , bertindak sebagai sponsor lahirnya organisasi mahasiswa itu. Mereka diberi waktu satu bulan untuk menyelenggarakan musyawarah mahasiswa NU seluruh Indonesia.
Bertiga, Hisbullah Huda dari Surabaya, Makmun Syukri dari Bandung (Allahu yarhamuhuma) dan saya dari Jakarta menghadap Ketua Umum PBNU DR. K.H. Idham Chalid, pada tanggal 19 Maret l960, melaporkan keputusan Konbes IPNU di Kaliurang dan persiapan penyelenggaraan musyawarah mahasiswa NU di Surabaya. Dalam pertemuan itu Pak Idham mengharapkan benar agar organisasi yang akan didirikan itu benar-benar menjadi wadah pengkaderan NU. Anggotanya para mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan demi kepentingan rakyat. Menjadi manusia yang cukup cakap. Serta bertaqwa kepada Allah SWT. Pesan ketua umum PBNU itu kemudian tersirat dalam mukaddimah AD/ART PMII. Di ilhami oleh hasil pertemuan itu pula salah satu dokumen historis PMII yang diberi nama Deklarasi Tawangmangu memperjelas kedudukan ilmu, amal dan taqwa dalam konteks organisasi, yang kemudian menjadi trilogi arah perjuangan PMII Apa sebenarnya yang dirindukan oleh penggagas dan pendukung penghilangan identitas Islam pada nama PMII ? Sedari akan menetapkan nama itu tidak tersirat sedikitpun maksud menggunakan identitas Islam sekedar proforma, sekedar simbol lepas dari substansi.
Ada tiga pilihan nama yang muncul dalam musyawarah mahasiswa NU seluruh Indonesia, yang berlangsung di gedung sekolah Muallimat NU, Wonokromo, Surabaya, tanggal 14 - 16 April l960. Tiga pilihan nama itu ialah IMANU (Ikatan Mahasiswa NU) diusulkan oleh delegasi Jakarta. Perhimpunan Mahasiswa Sunni, diusulkan oleh delegasi Yogyakarta. Dan PMII diusulkan oleh delegasi Bandung, Surabaya kemudian didukung Solo. Yang terpilih nama PMII, setelah memperdebatkan "P"-nya kepanjangan dari perhimpunan atau pergerakan. Pilihan jatuh pada "Pergerakan" karena lebih dinamis, "Movement" terjemahan Inggrisnya. Tidak pernah terfikir untuk memperdebatkan tentang "I"-nya, Islam atau independent !
Dalam musyawarah mahasiswa NU itu terpilih Mahbub Djunaidi (Allahu yarhamuhu). Dia tidak termasuk dalam tim 13 yang menjadi sponsor berdirinya PMII. Dia juga tidak mengkampanyekan diri, apalagi sampai mendirikan posko di dekat medan musyawarah. Hadir dalam musyawarahpun tidak. Tapi Mahbub terpilih sebagai ketua umum. Ketua I terpilih Chalid Mawardi dan Sekretaris Umum-nya saya. Bertiga kami ditugasi melengkapi susunan PB PMII. Setahun kemudian kongres pertama PMII, menyusul terselenggaranya musyawarah mahasiswa NU di Surabaya, berlangsung di Tawangmangu, Solo. Melalui kongres pertama itu lahir pokok-pokok pikiran yang diwadahi dalam apa yang kami namai Deklarasi Tawangmangu. Deklarasi itu isinya meliputi pandangan tentang dan sikap terhadap sosialisme Indonesia, pendidikan nasional, kebudayaan nasional dan pertanggung jawaban PMII.
Deklarasi Tawangmangu merupakan refleksi PMII terhadap isu nasional pada saat itu. Deklarasi itu kemudian dilengkapi lagi dengan landasan-landasan al-Qur'an dan al-Hadis yang di tuangkan dalam Penegasan Yogyakarta, salah satu hasil keputusan kongres PMII kedua di Yogyakarta (l963). Di dalam kedua dokumen historis itu saja, meminjam ungkapan ketua PWNU Jatim Hasyim Muzadi (Jawa Pos 5/12), termanifestasi substansi Islam dalam ke-Indonesiaan dan sistem yang meng-Indonesia dengan roh nilai Islam. Setelah itu PMII masih lagi melahirkan Gelora Mega Mendung, dokumen kesepakatan yang berisi sikap dan pandangan tentang ukhuwah Islamiah, watak umum organisasi, tentang berpengetahuan dan berpolitik dan sebagainya. Para tokoh perintis berdirinya PMII juga orang yang bergerak di lembaga-lembaga dan organisasi lain. Mereka berinteraksi dengan berbagai golongan keyakinan politik, agama dan profesi. Ada baiknya saya kutip lirik lagu mars PMII yang diciptakan oleh ketua umum pertama PMII Mahbub Djunaidi.
Meskipun masih harus terus menerus dievaluasi dan disempurnakan, nilai-nilai dasar yang dipegangi PMII sampai saat ini merupakan penegasan bahwa simbol Islam yang dikenakannya tetap relevan dan benar. Independensi PMII secara struktural dalam konteks keorganisasian NU juga tidak perlu dipersoalkan lagi. Toh sejak keputusan Murnajati itu diberlakukan, keseharian PB PMII belum pernah beranjak dari Kramat Raya l64, gedung PBNU, Jakarta. Kedekatan fisik dan hubungan kultural itu yang perlu terus dipelihara. Bukan sebaliknya, bertindak dengan mendukung penggantian Islam dengan Independen yang berakibat makin menjauhkannya.









Buku…… Indie Label

Judul : Interkoneksitas Pengetahuan & Gerakan
Penulis :Makhrus Habibi                   
Editor ede Opan Ungsiana
@Hak Cipta Dilindungi Allah SWT dan Bebas Digandakan untuk Masa Depan Pergerakan.
Ditulis oleh PMII Tulungagung di/pada 12 Juni 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, semoga lindungan dan maghfiroh-Nya selalu mengiringi aktifitas kita sehari hari. Salawat serta salam tetap kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
PMII Cabang Tulungagung berdiri pada urutan ke 5 (lima) di tingkat regional Jawa Timur, banyak hal yang telah dilakukan, banyak orang yang telah di lahirkan, dan banyak juga hal-hal yang menjadi catatan-catatan perjalanan keorganisasian. Pertanyaan yang sering muncul dalam dialektika PMII Tulungagung, adalah dampak apa yang di bawa PMII? Apakah masih menarik membincang PMII ? baik sebagai organisasi kader maupun sebagai organisasi gerakan.Hal inilah yang kemudian menjadi ukuran dari berhasil dan tidaknya keberadaan PMII Tulungagung sebagai organisasi kemahasiswaan.
Buku kecil ini dimaksudkan untuk mengajak warga PMII khususnya Tulungagung, untuk kembali membuka ruang komunikasi gagasan dan cakrawala pengetahuan keorganisasian, baik pada tingkatan kader yang sekaligus sebagai mahasiswa, maupun alumni-alumni PMII yang telah bergerak dan berdiaspora di lini-lini kehidupan dunia nyata, kemudian diharapkan terkonsolidasikannya gerakan, baik structural maupun cultural. Tidak hanya berhenti pada perbincangan konflik internal kemahasiswaan dan ke-PMII-an, membincang pertarungan serta per-tikaian yang tidak mencerdaskan, tetapi selangkah lebih maju adalah penataan masa depan kader pergerakan dan dan masa depan organisasi pergerakan.
Buku kecil ini hadir dari refleksi atas pengalaman, pengamatan, penulis dan diskusi-diskusi kecil di Warung kopi P. Bid (Timur Cabang) bersama-sama dengan sahabat-sahabat pergerakan.
Penulis menyadari pasti dalam penulisan buku ini banyak kekurangan baik dari segi isi maupun gaya penulisan. Buku yang sangat sederhana ini hanya sekedar percikan gagasan yang diharapkan akan membuka kembali ruang konsolidasi gagasan dalam rangka menyamakan persepsi dan frekuensi, dan yang lebih penting adalah terbukanya kembali dunia kekaryaan di tingkatan PMII Tulungagung.
Penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada Ketua Umum Abidurrohman dan seluruh Pengurus Cabang PMII Tulungagung serta seluruh komisariat dan rayon PMII Tulungagung. Terima kasih juga kepada sahabat Makrus Nadori, Gotro, Mas Anang, Mas Sigit, Mas Ikhwan dan semua sahabat-sahabat PKFT yang telah membantu proses penulisan dan penerbitan buku ini.
Penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Ibu-Bapak yang setia dengan do’a-do’a, yang ikhlas dengan puasa senin kamis, yang selalu mengawal perjalanan dengan bacaan Yasin dan yang selalu membimbing dengan petuah-petuah tentang idealitas sebuah perjalanan.
Akhirnya semoga keberadaan buku ini memberikan tambahan pengetahuan sahabat-sahabat untuk menatap kembali masa depan pergerakan.
Wallahul muafiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum WR. WB
Tulungagung awal Mei 2008

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Makhrus Habibi

Intro Indonesia

Dalam dekade terakhir ini dunia masuk pada rezim financial, artinya keberadaan sektor keuangan tidak lagi menjadi sub-ordinasi dari sektor ekonomi, terutama sektor riil, tetapi sudah menjadi sektor yang justru mendominasi sektor-sektor lainnya. Hal ini di tunjukkan oleh kejadian-kejadian gejolak pasar financial akhir-akhir ini, terutama yang bermuara pada kasus subprime mortage yang kemudian membawa pada gejolak di pasar komoditas.
Gejolak-gejolak perekonomian dunia yang sangat tergantung akan kebutuhan dollar AS sebenarnya berakar pada masalah likuiditas di pasar financial global. Bagi investor, bangkrutnya produk derivasi di pasar financial AS mendorong pada beberapa hal :
Pertama, mengalihkan investasinya menuju pasar sedang berkembang yang rajin menerbitkan Surat Utang Negara (SUN), yang dalam pada konteks Indonesia adalah terus naiknya harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kedua, mereka ramai-ramai masuk pada pasar komoditas, semakin menanjaknya harga minyak mentah dunia yang diperkirakan akan men-capai titik keseimbangan harga 120-130 dollar AS perbarel, bahkan sangat mungkin juga akan menem-bus harga 140 dollar AS perbarel dan melonjaknya harga pasar komoditas pangan dunia yang terus naik yang sudah bermula pada tahun 2005 dan di perkirakan akan sampai pada 2015, adalah efek dari masuknya para spekulan pasar keuangan ke pasar komoditas. (Kompas, 04 Mei 2008)
Permainan pasar financial global ini kemudian mengharuskan pada Negara-negara berkembang untuk menjaga stabilitas ekonomi makronya, begitupun dengan Indonesia, penerbitan surat utang negara (SUN), obligasi republik Indonesia (ORI), pengurangan bahkan penghapusan subsidi adalah pilihan-pilihan yang harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan neraca keuangan negara atau menjaga stabilitas perekonomian makro Indonesia. APBN lebih di konsentrasikan pada sektor perekonomian makro, tanpa sama sekali di imbangi pada sektor riilnya, walaupun angka pertumbuhan ekonomi bagus, tetap belum mempunyai fondasi perekonomian yang kuat, sampai saat ini sektor rill masih belum tergerak dan belum digerakkan secara maksimal, kondisi seperti ini tentu sangat rentan akan bergejolaknya perekonomian baik pada skala makro maupun mikro.Resiko yang muncul, baik secara financial maupun secara sosial jauh lebih besar dari apa yang diperkirakan.
Hal ini tentu sangat menguntungkan spekulan, baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga sederhananya keberadaan (baca : kedaulatan) negara hanya milik beberapa orang, baik pribumi maupun non pribumi. Laporan Asia Pacific Wealth Report 2007 yang dikeluarkan oleh Capgemini dan Merrill Lynch, Indonesia merupakan Negara yang memiliki pertumbuhan orang kaya tercepat ketiga di dunia setelah Singapura dan India, sebesar 16 persen pada tahun 2006 dan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan global yang 8,3 persen pada 2006 (Kompas 5 April 2008).
Hal inilah yang kemudian menjadikan kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) naik 70,6 persen dan indeks naik 55,3 persen tahun 2006, atau dalam bahasa lain, Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi bursa berkinerja terbaik di antara sembilan bursa terbaik dunia pada tahun itu. Kelompok ini memiliki kekayaan 71,2 Milliar dollar AS pada akhir 2006, yang 51 persennya mereka mendapatkan dari bisnis. Lebih detai Merrill Lynch & Co dan Perusahaan Konsultan Capgemini Lorenz meyebutkan bahwa jumlah orang kaya Indonesia di perkirakan ada sekitar 20.000 orang atau 0,01 persen dari jumlah penduduk sekitar 200 juta orang tetapi perusahaan tersebut tidak menyebutkan orang kaya Indonesia pada golongan yang mana. Tetapi banyak yang memperkirakan bahwa orang kaya di Indonesia jauh lebih besar dari pada itu.
Hal ini ditunjukkan oleh data penjualan mobil yang dikeluarkan oleh Gaikindo pada tahun 2007, bahwa nilai penjualan mobil diatasRp. 1 Miliar cukup signifikan, yakni lebih dari 500 unit dengan total nilai 750 triliun, itu belum memperhitungkan jumlah mobil yang harganya 750 juta keatas yang tentu jumlahnya lebih banyak lagi. (Kompas 5 April 2008).
Kondisi demikian tentu akan membawa pada pola pembangunan Indonesia dengan system trickle down effect, sebuah system perekonomian yang terbangun/berpondasi atas kebaikan hati para konglomerat/pemodal, perekonomian yang secara empirik telah terbukti tidak dapat membawa pada kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pemerintahan negara yang bertujuan menciptakan kesejahteraan rakyat atau lebih sederhannya adalah Negara kesejahteraan menjadi grand narrative dari wacana public. Konsepsi Negara kesejateraan dapat disarikan menjadi tiga hal esensial. Pertama, Negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk memperoleh panda-patan minimum agar mampu memenuhi kebu-tuhan hidup paling pokok. Kedua, Negara harus memberi perlindungan social jika individu dan keluarga ada dalam situasi rawan/rentan sehingga mereka dapat menghadapi social contingencies seperti sakit, usia lanjut, menganggur, miskin yang berpotensial pada krisis social. Ketiga, semua warga Negara tanpa membedakan status dan kelas social, harus dijamin untuk bias memperoleh pelayanan da-sar seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi, sanitasi dan air bersih. (Kompas, 17 April 2008)
Berangkat dari ketiga gagasan itu kita bisa menilai betapa Indonesia jauh dari cita-cita negara kesejahteraan.
Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah pada faktanya pembangunan nasional justru tergantung dari utang. Negeri agraris dengan tradisi pertanian amat panjang, petaninya miskin dan menjadi negara yang sangat tergantung pengimpor beras, jagung dan kedelai. Negara yang hampir 70 persen luas wilayahnya merupakan laut yang mengandung sumber daya alam yang tak terbilang justru nelayannya terjerat kemiskinan.
Bagaimana dengan Tulungagung ?
Gambaran sederhana kabupaten Tulung-agung bisa di lihat dari penyelenggaraan Otonomi award 2008 yang diselenggarakan oleh Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP). yang mengklasifikasi daerah menjadi 3 (tiga) kategori yaitu kategori utama, kategori khusus dan kategori tambahan, 3 bidang di kategori utama, 10 bidang kategori khusus dan 2 bidang untuk kategori tambahan. Pada event ini kita bisa melihat bahwa Tulungagung hanya menjadi 3 (tiga) nominator di kategori khusus yang kemudian hanya menang pada kategori Daerah Dengan Terobosan Inovatif di Bidang Pemenuhan Sarana dan Prasarana Umum . Pada pertumbuhan ekonomi Ponorogo lebih unggul, pada pemerataan ekonomi di kalahkan oleh Magetan, pada bidang pemberdayaan ekonomi local Tulungagung tertinggal jauh (tidak masuk nominasi) dengan Kota Blitar yang menjadi pemenang, di bidang pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan administrasi dasar, akuntabilitas public, partisipasi public, pengentasan kemiskinan dan pengelolaan lingkungan hidup, Tulungagung masih belum bisa menjadi nominator atau dalam pengertian ini masih banyak catatan (Jawa Pos 1 Mei 2008)
Dalam menganalisa Pembangunan Kota Ingandaya ini, dapat di analisis pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tulungagung yang berkisar pada angka 700 miliar, muncul pertanyaan yang sangat sederhana, dibelanjakan kemana uang sebanyak itu ? apakah memang terjadi kapitalisasi di lokal Tulungagung atau keberadaannya memang masih tersimpan di Bank atau pemerintah daerah masih belum bisa mengelola uang rakyat tersebut ?
Hal yang paling sederhana pula dalam membaca APBD Tulungagung adalah lebih dari 60 persennya dihabiskan untuk belanja aparatur dan sisanya kemudian dialokasikan pada belanja public yang kemudian dibagi pada sector baik fisik maupun non fisik. Kalau berbicara tentang komitmen pemerintah daerah dalam dunia pendidikan maka bisa dilihat seberapa besar alokasi anggaran public untuk sector pendidikan, kalau berbicara tentang kesehatan, bisa dilihat besaran alokasi untuk kesehatan, dan kalau berbicara soal kesejahteraan maka bisa dilihat pada alokasi di bidang pengembangan ekonomi riil dan pengentasan kemiskinan. Komitmen dan tidaknya pemerintah daerah terhadap masyarakat, terlihat jelas dengan seberapa persen alokasi untuk belanja publik.
Hal inilah yang kemudian menjadi sebuah catatan penting bagi PMII Tulungagung sebagai organisasi gerakan yang memimpikan Negara kesejahteraan (welfare state).
Potret Pergerakan
Banyak orang bicara tentang kebebasan
Banyak orang bicara tentang keyakinan
Banyak orang bicara tentang keadilan
Banyak orang bicara tentang perubahan
Semuanya………
Cuma hanya bisikan
Semuanya gak berbuat apaapa
Banyak orang melihat Manipulasi terang terangan
Banyak orang melihat cara cara kekerasan
Dan Banyak orang melihat Kesewenangan kekuasaan
Banyak orang melihat segala kebobrokan
Semuanya……….
Cuma tutup mata saja
Semuanya ……..
gak berbuat apa-apa
(Kampus Depok : Slank)
Beberapa bait lagu di atas kiranya masih relevan dengan kondisi mahasiswa hari ini, meminjam istilah sahabat Reza Andi Setiawan, mahasiswa (baca: kader) sekarang adalah generasi tung-tung blung, di sini bicara disana bicara, mereka tahu masalahnya dan mereka juga tahu bagaimana menjawabnya, mereka tahu kemana kaki ini harus melangkah tetapi mereka enggan untuk melangkah atau kaki mereka enggan untuk melakukan gagasannya”. Hilangnya kecintaan terhadap pe-ngetahuan telah membawa pada krisis identitas di kalangan mahasiswa dan kemahasiswaan. Peruba-han pada wilayah gerakan, kualitas hidup, gaya hidup, kinerja kelembagaan dan lain sebagainya.
Suatu krisis ditandai oleh beberapa gejala diantaranya adalah: terjadinya konflik yang berlarut-larut dan terus menajam, retaknya kohesivitas kelompok, menurunnya kinerja organisasi; serta tidak tercapainya target-target dan tujuan pendirian organisasi. Kelambanan dan kegagalan menangani gejala krisis akan mengarahkan organisasi pada puncak krisisnya. Jika krisis tidak mampu direspons dengan tepat maka niscaya organisasi akan mengalami kemunduran, atau kalaupun eksist namun action organisasi tidak mampu memberi makna dan pengaruh signifikan bagi pemenuhan kebutuhan internal maupun eksternal organisasi
Berangkat dari hal tersebut, kita bisa mengukur bersama-sama, sejauh mana keberadaan PMII Tulungagung sebagai organisasi pergerakan mahasiswa. Semakin tajam dan mengakarnya kon-flik, semakin retaknya kohesifitas kelompok-kelom-pok yang ada di PMII Tulungagung, konflik yang terus menerus yang muncul dari pertarungan politik kemudian membawa pada menurunnya kinerja organisasi baik pada tingkatan antar kader, antar pengurus dan mungkin juga pada tingkatan alumni.
Tantangan realitas peradaban yang semakin penuh dengan persaingan, dan segala macam gemerlap keduniaan ini membuat para aktivis pergerakan sudah bosan hidup serba kesukaran. Tidak hanya itu bahwa realitas sosial, politik, dan budaya masyarakat juga berbeda antara dulu dan sekarang, membuat mahasiswa kehilangan kepe-kaan sosialnya, tidak hanya hati kita yang telah tertutupi dengan sekian kepentingan pribadi, tetapi juga telah tersibukkan diri untuk urusan pendapatan untuk pemenuhan keinginan. Rasionalitas yang selalu berfikir tentang untung dan rugi telah menjadi komandan di tubuh mereka.
Krisis Spiritualitas
Hal yang membedakan kader PMII dengan yang lainnya adalah segala aktivitas yang dilakukan adalah dalam kerangka ibadah, dalam kerangka pengabdian kepada Tuhan, sehingga muncul istilah-istilah ibadah sosial dan sejenisnya. Tetapi kemudian yang terjadi, ketekunan dalam beribadah sosial ini tidak seiring berjalan dengan penguatan bangunan spiritualitas personal kader, banyak alasan-alasan yang dijadikan pembenaran kemalasan dalam menunaikan kewajiban-kewajiban sebagai manusia terhadap Tuhannya, beberapa kewajiban tersebut yang sebenarnya menjadi makanan pokok hati telah terkikis oleh ketekunan kader dalam menjalankan ibadah sosialnya, krisisi spiritual ini kemudian menjadi sebuah budaya yang akhirnya kader kehilangan semangat spiritualnya, tidak jarang kemudian mereka berlari pada gemerlapnya dunia malam, menyembunyikan diri dalam remang-remangnya lampu bersama indahnya khayalan, setelah merasa lelah dalam menjalankan aktivitas pergerakan.
Kualitas Pengetahuan
Pengarus utamaan wacana social humaniora telah mendikte sekian pengetahuan dan wacana kader, dalam bahasa sederhananya ada sekian wacana yang harus di hafal mati oleh kader apabila dia ingin di juluki kader militan, kualitas kader di tentukan/dinilai pada forum diskusi dan ruang orasi, Indeks Prestasi (IP) akademik sudah tidak menjadi standart dalam menentukan kualitas kader, hal ini kemudian membawa pada hegemoni wacana dan pengetahuan di otak kader. Monoton dalam bergerak, homogen dalam berpengetahuan dan miskin dalam kekaryaan. Kemudian membawa pada rendahnya kualitas kader baik dalam ruang akademik maupaun dalam ruang dialektika sosial. Kader tidak bisa mengembangkan potensi dirinya dan mengasah skill pengetahuan akademiknya,
Homogenitas wacana yang kemudian membawa pada stagnasi pengetahuan dan gerakan gerakan telah menutup kran kreativitas kader, lebih jauh lagi mereka akan hidup dalam spekulasi-spekulasi masa depan
Mainstream Politik
Di tingkatan PMII ada 3 (tiga) momentum yang lebih cenderung pada arus momentum politik, sedangkan di internal kampus setidaknya juga ada 3 (tiga) momentum yang sama, kalau di kalkulasi dalam setiap 2 bulannya ada momentum politik yang harus dihadapi oleh kader-kader, padahal pesiapan menghadapi momentum rata-rata adalah 2 (dua) bulan, sehingga kalau dalam setiap harinya kader harus berfikir tentang permainan politik, harus berfikir bagaimana membuat intrik, bagaimana membuat dan mengelola issu. Hal ini belum lagi ditambah momentum politik di local, regional dan nasional
Selain nalar politik yang kemudian terbangun di tingkatan kader, konflik yang menjadi sebuah konsekuensinya, terus menyita pikiran dan tenaga khususnya di tingkatan kepengurusan, baik di tingkatan rayon, komisariat, cabang maupun kader-kader PMII yang berada di lembaga intra kampus. keberadaan forum-forum kecil kemudian menjadi sebuah forum isu dan intrik dan kalaupun tidak itu, perbincangan yang ada hanya sekitar persoalan konflik. Sampai saat ini sangat jarang keberadaan forum yang selangkah lebih maju yang memperbincangkan sebuah kegiatan sebagai sebuah jawaban atas beberapa permasalahan.
Gaya Hidup
Persoalan kebutuhan akan gaya hidup yang semakin menjalar di tingkatan mahasiswa (baca : kader PMII) telah memaksa mereka untuk mencari pendapatan yang lebih selain jatah dari rumah, bah-wa gaya hidup tidak hanya sebatas keinginan tetapi sudah menjadi kebutuhan di tingkatan mahasiswa. Soal makanan, tempat hiburan, fashion, asmara dan lain sebagainya telah menjadi bagian dari hidup mahasiswa/kader PMII, sehingga pilihan terakhirnya adalah berspekulasi untuk memenuhi kebutuhannya dalam organisasi, meramu organisasi melalui pendapat menjadi sumber pendapatan, sekarang tidak ada bedanya antara mahasiswa pergerakan (baca: aktivis) dengan mahasiswa-mahasiswa pada umumnya. Dengan tanpa disadari kader telah kehilangan karakter sebagai mahasiswa pergerakan
Manajemen Keuangan
Pada wilayah keuangan, sampai saat ini masih belum ada sebuah budaya keterbukaan dalam hal pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi, persoalan pengelolaan keuangan masih belum menjadi media pembelajaran dalam mengasah kemampuan manajerial keuangan di tingkatan keorganisasian, dari mana pendapatan, dan kemana pembelanjaannya masih sebatas diketahui oleh beberapa orang di internal organisasi, sehingga kemudian hal ini memunculkan rasa ketidakpercayaan baik pada tingkatan kepenguru-san, tingkatan keorganisasian maupun pada tingkatan alumni yang menjadi sumber pendapatan utama bagi PMII Tulungagung yang kemudian tentu juga akan mempengaruhi komunikasi organisasi.
Dalam hal transparansi pendapatan dan pembelanjaan, PMII masih kalah jauh dengan masjid-masjid yang selalu melaporkan pendapatan dan pembelanjaannya di papan laporan keuangan, pada setiap jum’at, akhir bulan dan akhir tahun. Selain menimbulkan prasangka-prasangka, hal inilah juga telah membentuk karakter kader yang kurang terbiasa transparan dalam soal keuangan. Pertanyaan sangat sederhana yang harus dijawab dalam membentuk budaya berorganisasi adalah, Apakah PMII Tulungagung berani transparan dalam pengelolaan keuangan seperti di masjid-masjid ?
Tulisan di atas mungkin hanya sebatas catatan kaki persoalan kemahasiswaan, banyak pembacaan yang telah dituliskan, banyak juga gagasan cerdas yang telah di ungkapkan untuk menjawab sekian bacaan di atas, ada yang kemudian hanya berhenti menjadi sebuah auto kritik pergerakan, ada yang kemudian menjadi sebuah kurikulum kaderisasi baik yang menjadi pelengkap kurikulum sebelumnya atau menjadi kurikulum terbaru dalam pengkaderan, dan tidak sedikit juga yang kemudian menjadi gosip pergerakan.
Dalam hal kaderisasi tentu sangat penting untuk mengingat kembali pesan Ketua Umum PBNU Idham Cholid “Ilmu Untuk di amalkan bukan ilmu untuk ilmu” sebagai ukuran antara kebutuhan dan keinginan kader, baik pada perspektif gerakan maupun perspektif kader. Sedangkan pada wilayah keorganisasian bahawa organisasi bukan untuk organisasi tetapi organisasi adalah untuk kader
Dalam konsepsi penulis “Ilmu” adalah seperangkat pengetahuan /skill untuk memenuhi gizi otak, gizi hati dan gizi kaki (baca: pergerakan), sedangkan amal dalam konsepsi ini lebih di definisi-kan sebagai perilaku yang tercermin dari ilmu.
Keberadaan PMII Cabang Tulungagung tercantum sebagai PMII cabang yang berdiri pada urutan ke 5 (lima) di Jawa Timur, menjadi sebuah keniscayaan ketika PMII Cabang Tulungagung mempunyai kelebihan (bargaining) di banding dengan cabang-cabang lainnya, dari keberadaan Kantor cabang yang permanen, jaringan alumni yang kuat, sistem kaderisasi yang sudah tertata dan kualitas kader yang siap di distribusikan.
Hal ini kemudian yang menjadi modal penting dalam perjalanan dan pengembangan PMII cabang Tulungagung ke depan. Baik sebagai organ kaderisasi maupun sebagai organ gerakan. Ada sekian ratus mahasiswa yang mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) dan ada sekian puluh kader yang telah terdistribusikan pada tiap tahunnya.
Lebih spesifik Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Tulungagung mempunyai kader di 4 (empat) kampus, 2 (dua) kampus umum dan 2 (dua) kampus Islam, terdiri dari 4 (empat) Komisariat dan 7 (tujuh) rayon, dimana keberadaannya mewakili disiplin ilmu sendiri-sendiri. Ada STAIN Tulungagung yang mewakili kampus agama Islam dengan status negeri, ada STAI Diponegoro, kampus Islam yang mewakili swasta, Universitas Tulungagung yang mewakili kampus umum dan STKIP PGRI Tulungagung yang mewakili kampus umum dengan label ilmu kependidikan. Lebih sederhananya kader-kader PMII Cabang Tulungagung bisa di pilah menjadi 2 (dua) : kader yang berada di kampus umum dan kader yang berada di kampus Islam. Bukan berarti membedakan tatapi lebih diarahkan pada pemilihan kebutuhan kader yang tentunya sangat berbeda.
Ketika dari kemajemukan disiplin ilmu ini terkonsolidasikan, tentu akan menjadi sebuah kekuatan perubahan yang tidak bisa dipandang sebelah mata, entah terkonsolidasikan pada wilayah gerakan, emosional maupaun ideology, baik gerakan pada wilayah kemahasiswaaan atau gerakan pada social kemasyarakatan bagi warga pergerakan yang sudah berada di tengah-tengah masyarakat
Lebih jauh, kehidupan setelah di PMII adalah hal yang terpenting bagi kader dan kuncinya tentu terletak pada proses kader dan memproses kader. Apa yang kita berikan tidak lebih dari apa yang kita dapatkan. Sangat penting dalam rangka menatap masa depan kader 10 tahun kemudian, apa yang perlu dipersiapkan dan apa yang perlu direncanakan. Apakah PMII akan tetap memproduksi makelar kekuasaan, mitra kekuasaan atau ingin menjadi penguasa untuk mewujudkan mimpi-mimpinya ? ……. habislah sudah masa yang suram. Selesai sudah derita yang lama….
Interkoneksitas
Berbicara PMII tidak hanya berbicara dalam hitungan bulan atau dalam hitungan satu periode kepengurusan, kemampuan membaca peluang dan tantangan zaman 10 tahun kemudian menjadi hal yang penting di perhatikan untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus di gerakkan oleh PMII hari ini, kehidupan kader yang sebenarnya bukan pada sewaktu kuliah tetapi adalah 10 tahun kemudian ketika mereka sudah bergerak dan berdiaspora dalam himpitan peradaban.
Hilangnya ruang batas Negara telah mem-bawa pada tantangan peradaban global yang berada di local. Perdagangan bebas yang menghilangkan batas-batas kenegaraan pada tahun 2020 telah mendesak kita untuk membelakkan mata, bahwa keberaan Negara tidak kuat untuk berdiri sendiri dalam arena pertarungan global, masuk dalam korporasi-korporasi di tingkat lokal, nasional dan global adalah sebuah pilihan bagi Negara untuk mempertahanankan diri dari efek-efek spekulan global.
Kiranya kita perlu melihat kemajuan yang dicapai China dan India sebagai Negara yang mempunyai pertumbuhan tertinggi di dunia, dan sekarang, juga banyak orang yang memberikan perhatian kepada Vietnam dengan kemajuan di bidang pangannya.
Selain kuatnya korporasi-korporasi di Negara tersebut, juga menjadi salah satu kunci dari kesuksesannya adalah keberhasilan mereka dalam melahirkan para entrepreneur, di cina kini tercatat sekitar 2 persen, dari 1,3 milyar jumlah penduduk berarti sekitar 26 juta adalah pengusaha. Begitu juga dengan India dan Vietnam, sedangkan kalau dibandingkan dengan Indonesia, jumlah wirausaha-wannya masih sekitar 0,18 persen atau tak sampai 400 ribu orang.
Keberanian menatap tantangan peradaban 15 tahun kedepan adalah sebuah keharusan untuk menjaga dan mengembangkan ayat-ayat pergerakan. Perlawanan terhadap korporasi-korporasi tentu tidak bisa dilawan dengan kekuatan perorangan, tetapi juga harus dilawan dengan korporasi pula.
Interkoneksitas adalah sebuah jawaban atas tantangan 15 tahun ke depan, sebuah bangunan jaringan yang dapat mengkomunikasikan seluruh potensi organisasi, sebuah jaringan yang masuk dalam setiap lini kehidupan dan penghidupan, sebuah jaringan yang berangkat dari kemajemukan pengetahuan akademik dan keorganisasian.
Zaman selalu bergerak, seiring itu tantangan juga akan selalu bergerak dan berubah-rubah, sudah tidak zamannya lagi mencari dan menambah benih-benih permusuhan dalam pergerakan, sudah bukan saatnya untuk berkonflik internal, berintrik antar sesama dan ber-issu untuk mengadu domba, tetapi adalah berfikir tentang 15 tahun kemudian kader ingin menjadi apa dalam melihat fakta zaman.
Kualitas kader adalah syarat mutlak untuk menghadapi tantangan zaman, kemampuan akademik dan kemampuan social dasar serta spiritualitas personal adalah modal dasar kader untuk tetap optimis dalam menghadapi peradaban. Keberanian dalam mengambil keputusan dalam melihat peluang-peluang (entrepreneur) penghidu-pan adalah karakter dasar generasi masa depan yang sukses.
Keluar dari mainstream politik adalah juga prasyarat bagi kader untuk menjadi generasi masa depan yang sukses, perluasan jaringan pada ruang-ruang yang lebih prospektif 15 tahun ke depan (Pertanian, Pendidikan, Kesehatan, Wirasawastawan dll) akan dapat menampung sekian potensi-potensi yang ada dalam organisasi.
Sudah waktunya kader PMII kembali ke kampus, membangun kualitas pribadi, spiritualitas pribadi dan membangun kedewasaan dalam berorganisasi, mengekang nafsu-nafsu politik untuk menatap masa depan dengan lebih rasional. Berfikir jauh kedepan akan menambah kedewasaan dalam berorganisasi
Berangkat dari pengetahuan kader di masing-masing jurusan yang menjadi titik pijak kaderisasi PMII, akan tercipta sebuah kemajemukan skill pengetahuan, terwujud dan berkembangnya karakter/potensi akan dapat memperluas ruang gerak pergerakan, tidak hanya di panggung politik dan social kemasyarakatan tetapi juga ada yang bergerak di bidang bisnis, pertanian, hukum, ekonomi, dan lain sebagainya.
Berangkat dari potensi kader masing-masing, akan muncul dinamika pergerakan akan muncul dinamika beroganisasi, akan muncul improvisasi-improvisasi pengetahuan, dan ditambah lagi dengan jaringan di tingkatan alumni akan terjalin sebuah jejaring yang bersifat interkonesitas, yaitu sebuah jejaring yang saling membutuhkan dan saling mendukung. Mencari ruang-ruang yang masih kosong (menciptakan ruang) adalah sebuah mental dasar seorang entrepreneur. Apa yang terjadi 15 tahun ke depan akan sangat bergantung dari peradaban yang kita bangun sekarang. Ketahanan dalam menghadapi tantangan peradaban masa depan akan sangat bergantung dari kesuksesan dalam berproses, memproses dan prosesi kaderisasi dalam PMII.





Previous
Next Post »
Thanks for your comment