" Bukanlah PENGECUT orang yang menghindar dari peluru, namun BODOHLAH orang yang menantang peluru tersebut hanya untuk jatuh dan tidak bangkit kembali"



TAKTIK Memimpin Gerakan Rakyat dan Perlawanan Spontan Rakyat Miskin

Oleh Gregorius Budi Wardoyo   
Dalam pembacaan data perlawanan, telah terlihat bahwa kepemimpinan organisasi gerakan terhadap perlawanan spontan massa (yang terus muncul di banyak tempat) belum menunjukan signifikansinya, termasuk kepemimpinan kaum pelopor. Oleh karena itu, dibutuhkan taktik yang tepat untuk mengemban tugas memimpin dan memberikan arah bagi perjuangan rakyat miskin sesuai dengan hukum obyektifnya—terutama dalam hal membuka ruang demokrasi dan melawan penjajahan modal asing.

Secara programatik, masihlah tepat tujuan menuntaskan revousi demokratik di Indonesia—dengan melawan imperialisme; mendelegitimasi pemerintahan boneka imperialis; dan menggantikannya dengan pemerintahan rakyat miskin. Demikian juga, masihlah tepat kesimpulan tentang musuh-musuh pokok rakyat miskin Indonesia: penjajahan modal asing (imperialisme); pemerintahan boneka imperialis; tentara; Golkar; reformis gadungan; dan milisi Sipil.
Taktik

1. Di tengah tekanan kekuatan borjuis, yang dengan segala upaya mencoba melemahkan kekuatan rakyat—baik secara prosedural (dalam makna peraturan-peraturan dan mekanisme yang sebenarnya tidak demokratik), maupun dengan tindakan-tindakan represif—maka kita harus berdiri paling depan untuk membuka ruang demokrasi, sepenuh-penuhnya, termasuk membongkar Undang-Undang Pemilu atau Pilkadal yang anti demokrasi;

2. Dan Tuntutan tersebut, harus diiringi dengan propaganda bahwa rakyat harus berkuasa, dengan TRIPANJI [1] sebagai jalan keluar ekonominya;

3. Namun, kenyataan obyektif menunjukan bahwa sebagian besar rakyat masih bergerak dengan tuntutan yang reformis, sehingga kita harus terlibat dalam perjuangan reformis massa dan memimpinnya (jangan seperti taktik sebelumnya, demi pengerjaan memperluas struktur PAPERNAS, kita meninggalkan tugas memimpin perlawanan rakyat).

Alat

Koran yang reguler dan luas jangkauannya—sebagi taktik utama

Tak bisa dipungkiri bahwa banyaknya perlawanan rakyat jelas membutuhkan alat propaganda dan pengorganisiran yang sanggup menjangkau semuanya, yang mampu mengambil setiap hal maju dari peralawanan rakyat di satu tempat dan membagi pengalaman tersebut ke tempat lain. Alat tersebut terutama dimaksudkan agar bisa memberikan arah revolusi bagi rakyat miskin, yakni yang bisa memberikan bukan saja landasan-landasan teoritik progesif—agar massa rakyat tidak lagi jatuh pada empirisme, tidak lagi berjuang dalam persepektif perjuangan jangka pendek yang reformis, tidak lagi sekedar aktifisme yang tidak punya arah—melainkan juga memberikan kesimpulan-kesimpulan praktek perjuangan yang menjadi landasan gerak maju selanjutnya.

Kebutuhan koran yang regular dan luas jangkauannya menjadi keharusan, di tengah tidak meratanya pengetahuan dan pengalaman perjuangan, baik di kalangan massa rakyat maupun di kalangan aktifis pergerakan dan, selain itu, karena jumlah aktifis gerakan masih sangat kecil dibandingkan dengan luasnya area perlawanan rakyat.

Aku mengusulkan agar koran tersebut utamanya ditujukan bagi aktifis pergerakan, dengan isian materi mengenai strategi-taktik dan polemiknya (termasuk dengan kaum Mayoritas di PAPERNAS/PRD). Kenapa isian strategi-taktik menjadi penting dalam koran tersebut? Itu karena salah satu hambatan kemajuan gerakan saat ini adalah kelemahan strategi-taktik, sehingga pemahaman strategi-taktik yang tepat benar-benar menjadi kebutuhan mendesak bagi gerakan dan massa rakyat. Sementara polemik strategi-taktik dengan kaum Mayoritas (PRD/PAPERNAS) menjadi penting karena sejarah PRD sebagai kaum pelopor telah banyak memberikan inspirasi bagi kaum gerakan dan massa rakyat [2]—agar apa yang dilakukan oleh kaum Mayoritas sekarang tidak akan menjadi preseden (contoh buruk) bagi kaum pergerakan dan massa rakyat. Tentu saja terdapat kaum pergerakan maupun massa rakyat yang bisa menilai bahwa apa yang dilakukan kaum Mayoritas PRD/PAPERNAS [dengan taktik berupaya melebur (merger)dengan Partai Bintang Reformasi dan masuk secara tertutup ke dalam Partai Demokrasi Pembaruan] adalah SALAH namun, tetap saja, akan menghambat kemajuan gerakan secara keseluruhan karena walupun sebagaian besar pimpinan massa yang selama ini dikenal sebagai tokoh pergerakan telah menyimpang namun tidak banyak dipersoalkan secara terbuka oleh kaum pergerakan, seolah-olah dibenarkan—bagaimana bila menjadi preseden bagi massa luas sehingga juga menganggapnya benar. Oleh karena itu, polemik terbuka terhadap strategi-taktik mayoritas harus dilakukan dengan terus menerus agar kaum gerakan dan massa rakyat menjadi tahu kesalahan yang dilakukan kaum Mayoritas dan menerima strategi-taktik alternatif.

Menurutku, soal regularitas koran tersebut sebaik-baiknya adalah harian namun, jika tidak memungkinkan, maka paling tidak menjadi mingguan. Secara obyektif, perlawanan rakyat (yang bergerak setiap hari di berbagai tempat) adalah enerji yang sangat besar bagi koran kita tersebut, sehingga regularitasnya tidak boleh terlalu lama. Kendala utama yang selama ini dialami kita, yakni masalah pendanaan, penulisan dan distribusi haruslah dicari pemecahannya—yang sangat mungkin kita pecahkan, jika koran dijadikan sebagai taktik utama.

Dan bentuk koran tersebut, menurutku, dibuat yang sederhana, dengan jumlah halaman yang tak terlalu banyak (agar lebih mudah digandakan). Dan, agar bisa terwujud, maka soal koran harus menjadi salah satu agenda rapat rutin di setiap tingkatan struktur perjuangan, bahkan hingga ke tingkat massa.

Adalah benar pernyataan bahwa kesadaran kelas proletariat akan meningkat jika ada dialektika antara propaganda (yang terus menerus dari kaum revolusioner) dengan pengalaman perjuangan koletif massa. Dan sekarang coba kita lihat berapa banyak alat propganda kita dan berapa luas jangkaunnya ke tengah massa rakyat yang sedang terus berlawan? Lalu bandingkan dengan media massa borjuis, yang terus menerus meninabobokan massa, memanipulasi kesadaran palsu massa, bahkan hingga melakukan black propaganda terhadap ide-ide sosialisme—pada tahun 2006 media massa yang dikuasai borjuis mencapai 6,026 juta eksemplar untuk jenis surat kabar harian; dan jika seluruh media cetak dijumlahkan maka totalnya mencapai mencapai 17,374 juta eksemplar; itu artinya 1 media massa borjuis di baca 38 orang Indonesia [3].

Coba bandingkan dengan Harian Rakjat [4], organ PKI yang pertama kali terbit tahun 1951, tirasnya mencapai 2.000 eks per hari, dan berkembang dalam waktu dua tahun menjadi 12.500 eks. Pada 1956, Harian Rakjat meningkat menjadi 55.000 eks, mengungguli penerbitan lain seperti Pedoman (koran Partai Sosialis Indonesia) dengan 40.000 eks; atau Abadi (koran Masjumi) dengan 34.000 eks. PKI juga menerbitkan bulanan dalam bahasa Inggris, Monthly Review, yang pada tahun 1954 diubah menjadi Review of Indonesia. Oplah tersebut jelas sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada saat itu dan dengan tingkat buta huruf yang masih tinggi.

Apakah kita masih berpikir, koran bukan sebagai taktik utama?

Pembangunan persatuan (front) gerakan

Landasan obyektif kenapa persatuan Gerakan adalah keharusan (lagipula memungkinan untuk dibentuk) adalah:

1. Musuh-musuh rakyat terlalu kuat, baik musuh dalam negeri maupun musuh dari luar negeri.
Musuh yang dimaksud adalah kekuatan politik yang menjadi kaki tangan imperialis maupun kekuatan politik yang anti demokrasi, atau keduanya. Kekuatan politik yang menjadi musuh rakyat cenderung mengambil posisi sebagai agen imperialis sekaligus anti demokrasi—dalam kadar tertentu bisa kelihatan pro demokrasi, namun sejatinya hingga sekarang tidak mampu melepaskan diri dari kekuatan politik tentara.

2. Mayoritas rakyat mengalami penindasan, dan sebagian di antaranya sedang berlawan (baik dengan platform tuntutan yang lebih programatik maupun yang spontan).

3. Semakin banyak organisasi rakyat yang bermunculan terutama di kalangan kaum buruh dan kaum tani, baik yang bersifat nasional maupun lokal.

4. Pengalaman persatuan gerakan (yang berhasil menjatuhkan Soeharto, atau yang ”berhasil” menolak berbagai kebijakan pemerintah, masih membekas di ingatan kolektif kaum gerakan dan massa rakyat.

5. Belum ada persatuan gerakan yang mampu memberikan harapan—dalam makna perspektif—dalam memimpin gerakan rakyat dan perlawanan massa rakyat.

Sedangkan landasan subyektifnya adalah, kita, kaum pelopor—yang paling mengerti teori dan paling punya kecapakan berjuang—masih sangat sedikit.

Dengan landasan obyektif dan subyektif seperti itu tidak boleh ada kata menyerah dalam kerja-kerja pembangunan persatuan gerakan, sekalipun sangat banyak kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam kerja-kerja membangunnya.

Menurutku, persatuan yang akan dibentuk sebaiknya adalah persatuan yang bisa menjadi magnet di hadapan gerakan dan massa rakyat, persatuan yang bisa memberikan harapan perubahan bagi massa rakyat, sehingga penentuan sekutu persatuan harus lebih berhati-hati, tidak boleh kontra-produktif (seperti yang dilakukan oleh kaum Mayoritas—menggalang persatuan bersama kekuatan politik anti-rakyat).

Sedapat mungkin persatuan yang dibangun didorong untuk melakukan tindakan politik bersama, bahkan seandainyapun tindakan politiknya masih sangat moderat—asal tidak bertentangan secara programatik dengan program kita—karena persatuan hanya akan menjadi lebih bermanfaat jika semakin banyak aktifitas (ekspresi) politik yang dilakukan bersama-sama. Oleh karena itu, sekalipun kita mempunyai program dan stategi-taktik yang maju, kita tidak boleh mencemooh persatuan gerakan yang paling moderat sekalipun karena di sanalah ajang bagi kaum pelopor untuk mempropagandakan program maju dan stategi-taktiknya, juga dalam memberikan contoh konsistensi (kesetiaan) perjuangan—bahkan, dalam program yang moderat sekalipun, kaum pelopor harus menunjukan bahwa merekalah yang paling setia, paling gigih dalam perjuangan.

Untuk memperkuat pengaruh persatuan pada massa rakyat (sekaligus juga memperkuat pengaruh kita) maka, sebisa mungkin, persatuan mempunyai terbitan yang reguler—bahkan, jika hanya mampu mengeluarkan selebaran, maka selebarannya harus didorong terbit secara reguler; apalagi jika mampu mengeluarkan terbitan yang lebih baik seperti koran atau tabloid.
Dan, sekali lagi, kita harus menunjukan kesetiaan serta keteguhan kita dalam menjalankan terbitan tersebut.

Dan dalam hal penstrukturan: persatuan yang ada—apalagi yang mempunyai kesanggupan untuk meluaskan strukturnya—sebaiknya melakukan pembangunan persatuan serupa di setiap teritori yang memungkinkan. Agar secepatnya rakyat melihat bahwa persatuan tersebut sebagai alat perjuangan mereka, agar persatuan juga bisa dengan segera menjangkau setiap keresahan massa dan, seiring dengan kesanggupan front—lewat uji kerja berbagai aktifitas bersama—maka struktur front harus segera dipermanenkan.

Jika pun persatuan tersebut masih bersifat lokal atau sektoral, maka persatuan tersebut harus diupayakan untuk berhubungan dengan persatuan lainnya baik yang ada di wilayah lain maupun yang ada di sektor lain, intinya adalah: segala upaya pembangunan persatuan yang kita lakukan harus selalu dalam perspektif nasional dan multisektor.

Dalam konsepsi pembangunan persatuan gerakan, unsur-unsur maju—dalam makna: yang dalam praktek perjuangannya selama ini telah mengusung program anti-penjajahan (dan demokratik)—disatukan terlebih dahulu, agar mempunyai daya juang yang lebih besar. Tentu saja arena dari persatuan yang lebih maju tersebut tetaplah perlawanan spontanitas rakyat dan juga massa rakyat yang belum berjuang, sehingga tugas dari persatuan yang maju tersebut adalah membuat ajang-ajang yang memungkinkan bersatunya persatuan yang lebih maju tersebut dengan perlawanan spontanitas rakyat maupun massa rakyat secara keseluruhan. Itulah sebabnya alat utama dari persatuan, agar berkesanggupan menjangkau/menyatukan perlawanan spontan rakyat dan massa rakyat secara keseluruhan, adalah koran, hanya koran yang bisa menjangkau dan sekaligus MEMUNGKINKAN UNTUK DIKERJAKAN OLEH PERSATUAN dalam kapasitas saat ini.

Pengorganisiran dan mobilisasi/radikalisasi terjadwal (lihat materi Arah Pengorganisasian Massa untuk Revolusi dengan Metode Tiga Bulanan, Resume Diskusi Komite Politik Rakyat Miskin—Partai Rakyat Demokratik (KPRM-PRD), PEMBEBASAN, No.1, Januari, 2008)

Konferensi taktik

Dalam berbagai kesempatan sudah dapat disimpulkan bahwa salah satu sebab utama kelemahan kaum pergerakan (yang pelopor maupun bukan) dalam memimpin perjuangan massa rakyat adalah: kelemahan merumuskan strategi-taktik. Dan, hingga saat ini, solusi untuk mengatasi kelemahan tersebut belum juga berwujud secara kongkrit dan meluas.

Cara lain yang juga bisa dilakukan untuk menemukan strategi-taktik yang tepat bagi perjuangan massa rakyat adalah dengan mengagendakan konferensi-konferensi strategi-taktik secara reguler, baik di kalangan serikat-serikat buruh, antar serikat-serikat tani, serikat-serikat mahasiswa, serikat-serikat perempuan, serikat-serikat kaum miskin perkotaan maupun yang sifatnya gabungan, termasuk gabungan antar kota/wilayah.

Konferensi-konferensi tersebut sangat mungkin belum bisa langsung dipermanenkan—oleh karena itu, koran tidak boleh mati guna mengisi kekosongan strategi-taktik atau untuk memperkuat strategi-taktik kaum pergerakan—namun tetap harus diupayakan, sekalipun masih dalam batas-batas strategi-taktik jangka pendek. Lebih bagus jika strategi-taktik hasil dari konferensi tersebut kemudian dikerjakan bersama untuk diuji dalam praktek perjuangan massa rakyat, sekaligus dinilai ketepatannya, sehingga semakin hari semakin memungkinkan diperoleh strategi-taktik perjuangan massa rakyat yang paling tepat dalam pembangunan sosialisme di Indonesia.

Mendirikan struktur-struktur pendidikan teori

Tidak ada yang bisa menolak, bahwa tanpa teori revolusioner tak akan mampu terjadi revolusi. Untuk itulah pendidikan yang memberikan landasan teoritik bagi rakyat miskin untuk mengelorakan revolusinya harus dilakukan, sehingga jurang pengetahuan yang selama ini terjadi semakin terkikis—apalagi selama ini masih aktivis-aktivis yang berasal dari kalangan mahasiswalah yang memilki pengetahuan teoritis yang cukup maju; sementara aktivis yang berasal dari buruh, tani, kaum miskin kota, termasuk perempuan, masih sangat terbelakang; padahal tugas kaum pelopor adalah mengangkat rakyat miskin agar mampu memimpin dirinya sendiri, memimpin revolusinya sendiri dan nantinya memimpin pemerintahannya sendiri. Untuk tujuan itu, dibutuhkan banyak aktivis-aktivis dari rakyat miskin yang cakap dalam pengetahuan revolusioner dan juga praktek revolusioner.

Setiap struktur yang ada diwajibkan mendirikan struktur yang diarahkan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut tersebut secara reguler, sehingga nantinya bisa ditemukan pola penyelenggaraan pendidikan yang paling baik. Atau, jika saat ini ada daerah yang sudah memiliki pengalaman pendidikan yang paling bagus, maka pengalaman tersebut bisa dijadikan pola pendidikan di tempat lain, karena harus ada pola nasional yang bisa diukur efektifitasnnya di tingkatan nasional. Aku membayangkan: di hari-hari nanti, di kontrakan-kontrakan buruh, di desa-desa, di kampung-kampung miskin perkotaan, di kalangan perempuan, buku-buku revolusioner dan progresif telah menjadi bacaan dan bahan perdebatan mereka—misalnya saja buku-buku dan perdebatan tentang Kuba, Venezuela, Bolivia, demikian juga perdebatan dan buku-buku buku-buku Pramoedya atau karya-karya lainnya—tidak lagi hanya berputar di kampus-kampus maupun kontrakan mahasiswa.*

Catatan Kaki
[1] TRIPANJI: 1) Hapuskan utang luar negeri; 2) Nasionalisasi industry pertambangan; 3) Industrialisasi nasional.
[2] Lihat film dokumenter wawancara-wawancara tentang PRD dalam rangka 10 tahun PRD, 2004.
[3] http://www.spsindonesia.or.id/news-detail.php?id=50
[4] Data ini di ambil dari tulisan Hilmar Farid dan kawan-kawan, http://www.xs4all.nl/~badjasur/kreasi/no3/pasangsurutno3.htm




























[Dokumen Konfernas] Membangun Organisasi Perempuan Nasional--Bentuk & Tahapan Organisasi ***

Sudah hampir dua tahun pembangunan ormas perempuan demokratik disusun dan dikerjakan. Berangkat dari pembentukan seksi perempuan di masing-masing organisasi kita, diharapkan kemudian melahirkan organisasi perempuan tingkat local, untuk kemudian berlanjut sampai dengan terbangunnya ormas perempuan secara nasional. Walaupun beberapa teritori berhasil terbangun wadah-wadah perempuan dari proses tersebut, namun secara keseluruhan, proses pembangunan ormas perempuan yang diharapkan belum tercapai. Inilah realita yang harus diterima sebagai evaluasi kepentingan untuk membangun ormas perempuan nasional itu sendiri. Bukan hanya kelemahan kaum perempuan di dalam setiap organisasi sektor yang ada, namun terutama kelemahan setiap organisasi demokratik itu sendiri, secara politik dan organisasi.

Tanpa melemahkan posisi organisasi perempuan yang bukan bagian (secara organisasi dan atau individual) dari suatu organisasi demokratik yang lain, terutama yang terlibat dalam Konferensi Nasional kita, adalah penting untuk memastikan setiap organisasi demokratik yang mendukung pembangunan ormas perempuan agar jelas dan konkret program dan proses kerjanya dalam tanggung jawabnya terhadap pembangunan ormas perempuan. Sebab tanpa dibicarakan terus menerus sebagai agenda rapat, tanpa dimasukkan sebagai program kerja di semua tingkatan teritorial, tanpa dijadikan bagian materi pendidikan, tanpa distrukturkan, dan sebagainya, tentang pembebasan perempuan dan pembangunan ormas perempuan di setiap organisasi demokratik tersebut, maka akan terus lambat dan kesulitan pembangunan ormas perempuan demokratik kita. Atau, dalam posisi persoalan yang lain, bisa terbangun organisasi perempuan tapi terpisah secara politik dan organisasi dari organ gerakan demokratik.

Gerakan perempuan kita adalah bagian dari gerakan demokratik. Secara prinsip saling membutuhkan dan harus saling menguatkan. Kalaupun secara organisasional organisasi perempuan kita bukan bagian dari suatu organisasi yang lain, tetap penting untuk saling mendukung penstrukturan masing-masing organisasi, dan tetap penting untuk secara politik menjadi kekuatan bersama untuk pembebasan rakyat. Adalah menguntungkan dan sama sekali tidak ada kerugiannya, jika di semua teritori yang terdapat organisasi buruh, parpol, mahasiswa, tani, organisasi kaum miskin kota, dibangun organisasi perempuan dari anggota organisasi tersebut bersama kaum perempuan setempat. Demikian juga sebaliknya nanti jika organisasi perempuan meluas, jika di teritori organisasi perempuan belum terbangun organisasi demokratik lain, anggota organisasi perempuan di pedesaan akan terlibat membangun organisasi tani, di perkotaan membangun organisasi KMK, di kawasan industri membangun serikat buruh, di kampus membangun organisasi mahasiswa, dan seterusnya.

Konferensi Nasional Perempuan yang dilakukan sekarang, penting untuk segera menyimpulkan dan memutuskan beberapa berkaitan dengan pembangunan organisasi nasional perempuan, sekaligus tahap-tahapnya, sejak dari sekarang. Marilah sekarang dibahas beberapa hal yang penting untuk diputuskan, dalam hal organisasi.


Di Setiap Teritori: Mengisi Panggung Politik dan Membangun Ormas

Belum terjadi kemajuan politik pembebasan perempuan dalam proses demokrasi di Indonesia, dengan berbagai kelemahan di kalangan gerakan demokratik, realita politik nasional malah menunjukkan adanya proses yang akan mendorong jauh ke belakang gerakan pembebasan perempuan. Bahkan di beberapa daerah, hal ini bukan lagi hanya sebagai ancaman, tapi sudah mewujud dalam berbagai bentuk penindasan terhadap perempuan dan demokrasi itu sendiri (terutama dengan munculnya peraturan daerah dan aparatus kekerasannya). Politik terbelakang dan anti demokrasi, yang diusung oleh berbagai kekuatan politik besar (termasuk kaum perempuan yang menjadi anggotanya), semakin hari semakin kuat mengisi panggung politik nasional dan local, bukan untuk berlomba berkampanye membebaskan perempuan dari penindasan, namun saling berlomba mengatur, membatasi, mengekang, dan memberangus kebebasan perempuan, sampai pada hilangnya martabat kemanusiaan perempuan.

Maka mendesak sekarang, dalam situasi bahaya bagi demokrasi dan bagi perempuan sekarang, untuk adanya propaganda legal seluas-luasnya oleh organisasi perempuan demokratik, juga oleh keseluruhan gerakan demokratik. Segera dibutuhkan alat politik bersama kaum perempuan yang akan mengisi seluruh panggung propaganda di setiap tingkat teritori, dengan program-program demokratik yang membebaskan kaum perempuan. Alat politik berupa organisasi bersama ini bukan lagi hanya menjadi ajang konsolidasi dan persatuan diam-diam diantara aktivis feminisme, tapi betul-betul menjadi alat politik berpropaganda secara legal, termasuk dengan bacaan. Panggung politik yang sekarang banyak diisi oleh politik anti demokrasi dan anti perempuan, harus diterobos dengan propaganda sekuat-kuatnya oleh organisasi perempuan demokratik, baik di nasional, wilayah, kota hingga di teritori terkecil massa.

Selain kemampuan untuk mengisi dan mengambil panggung politik, alat politik ini harus mampu menjangkau maksimal kaum perempuan di berbagai teritori basis. Agar benar-benar menjadi wadah kaum perempuan kebanyakan, dan dengan kekuatan massa tersebut akan sanggup memenangkan pertarungan propaganda di panggung politik. Kebutuhan organisasi untuk kepentingan ini adalah dengan membangun komite-komite atau bahkan ormas-ormas perempuan. Baik berupa komite/ormas perempuan territorial (komite/ormas perempuan kampung, serikat ibu-ibu desa, ormas perempuan kota dll) ataupun komite/ormas perempuan sektoral (komite perempuan mahasiswa, ormas perempuan buruh dst), semua peluang bentuk diambil sebagai pewadahan massa perempuan secara luas. Tidak mencukupi lagi kerja pembangunan gerakan perempuan yang hanya menjadikan ibu-ibu miskin sebagai peserta diskusi atau peserta sosialisasi-sosialisasi semata, namun harus dilanjutkan dengan penstrukturan yang konkret dalam ormas-ormas.

Komite dan Ormas-ormas ini ini akan menjadi wadah ibu-ibu dan terutama perempuan miskin, untuk mendapatkan kesadaran politik dan kesadaran pembebasan perempuan, sekaligus melatih diri dalam berbagai bentuk kerja organisasi. Bagaimanapun kesulitan mendorong maju massa perempuan --karena begitu lama tertindas secara politik, ekonomi, budaya, social yang melebihi ketertindasan terhadap rakyat yang laki-laki, sehingga secara luas penindasan sering dianggap sebagai posisi lumrah dan tidak perlu dipersoalkan, atau kalaupun sadar untuk harus dipersoalkan tidak perlu kaum perempuan terlibat dll—pengorganisiran dan pewadahan ini harus segera secara serius dikerjakan. Penerimaan awal bentuk organisasi oleh massa, dari yang paling moderat (misalnya paguyuban kesehatan ibu-anak Kampung A), harus diambil penting dalam setiap kerja pengorganisiran, untuk kemudian didorong maju hingga menjadi ormas dan atau menjadi bagian ormas perempuan.

Terutama di kampus, untuk pengorganisiran kaum perempuan di kampus, tanpa menolak bentuk kelompok diskusi, namun harus diperjelas kepentingan untuk dimajukan strukturnya sebagai komite bahkan hingga ormas. Bentuk kelompok diskusi menjadi bagian taktik untuk terus dimajukan. Sebab dengan bentuk organisasi yang lebih maju, terutama sebagai ormas, maka akan lebih banyak lagi kesanggupan aspek kerja (kampanye, front, perluasan, radikalisasi, agitasi propaganda, dll) yang bisa diemban oleh wadah perempuan tersebut. Percepatan yang positif dalam pengorganisasian gerakan perempuan di kampus ini, juga mempunyai posisi penting untuk bisa menopang pembangunan dan perluasan struktur perempuan di luar kampus. Selain secara khusus ormas perempuan mahasiswa bisa melibatkan dan menjadi ajang pendidikan kaum perempuan di luar kampus (terutama dari perempuan di teritori sekitar kampus dan kos), juga dalam bentuk ormas akan semakin memungkinkan diterimanya kesadaran di internal feminis kampus untuk menjadi organiser di luar kampus. Atau bahkan sejak awal bisa saja pembangunan ormas perempuan kampus, konsep organisasinya tidak menutup diri untuk menerima keanggotaan di luar mahasiswa, walaupun diawali dari penstrukturan di kampus, agar target utama pembangunan gerakan perempuan dengan basis ibu-ibu rumah tangga atau perempuan miskin bisa tercapai (minimal arah pencapaiannya terlapangkan)

Menyatukan dalam JARINGAN

Dalam kepentingan politik mendesak untuk melawan kekuatan politik anti demokrasi dan anti perempuan, pilihan yang paling memungkinkan adalah menyatukan kekuatan politik gerakan perempuan dalam satu bentuk ormas payung. Sehingga ada penyatuan kekuatan dalam mengusung suatu program, sehingga capaian politik yang diperoleh lebih besar. Dalam bentuk payung ini juga seluruh organisasi yang tergabung akan duduk bersama memimpin organ payung ini. Dengan tanpa menghilangkan atau meleburkan suatu organisasi perempuan yang tergabung, namun berada dalam wadah bersama, dengan organ payung ini akan memungkinkan meluaskan keanggotaan dari ormas-ormas perempuan yang sudah ada atau yang akan muncul kemudian.

Dalam tahap sekarang, dimana belum berdiri ormas-ormas perempuan teritorial dan atau ormas perempuan sektoral, ormas payung ini belum bisa dijalankan sebagaimana bentuk seharusnya, belum sebagai ormas payung sesungguhnya. Sebab basis organisasi yang akan dipayungi belum jadi. Walaupun demikian, sejak awal bentuk penyatuan ini penting untuk mulai dijalankan, dengan bentuk dan sifat yang masih sederhana. Selain untuk diambil untung dalam kepentingan politik organisasi bagi ormas-ormas yang akan dibangun segera, penyatuan pada bentuk dan tingkat awal ini juga akan memudahkan kebutuhan penyatuan di waktu mendatang.

Bentuk awal penyatuan pada waktu sekarang yang mungkin di ambil adalah jaringan. Konferensi Nasional ini penting untuk menyepakati pembangunan wadah perempuan nasional, dalam bentuk jaringan. Jaringan sebagai bentuk paling longgar dari suatu konsepsi organisasi, ini adalah lanjutan dari proses kerja menuju pembangunan ormas perempuan nasional. Jaringan ini tugas utamanya adalah menyiapkan Kongres Nasional Perempuan untuk membentuk ormas payung perempuan nasional, dengan sebelumnya memastikan pembangunan organisasi/komite perempuan demokratik di berbagai teritori dan sektor.

Kelonggaran organisasi dalam bentuk jaringan ini harus kita pergunakan sebaik-baiknya untuk menguatkan organisasi masing-masing, sampai dengan penstrukturan yang konkret kaum perempuan di manapun, sesuai potensi di tiap teritori. Namun dengan jaringan ini juga, tidak lagi masing-masing bekerja sendiri sama sekali. Sebab dengan jaringan ini akan dimunculkan bentuk-bentuk kerja bersama, baik untuk mendapatkan kemudahan daripada dikerjakan sendiri, ataupun karena kepeloporan yang mendorong maju adanya persatuan dalam pembebasan perempuan.

Sebuah jaringan yang tidak semata menyatukan organisasi-organisasi melalui bentuk-bentuk komunikasi dan agenda kerja, tapi jaringan yang bertugas untuk menyiapkan suatu Kongres Nasional. Maka jaringan ini akan memimpin dan melakukan proses kerja sebagai suatu kepantiaan. Kepanitiaan nasional yang bertanggung jawab dengan luasnya organisasi dan massa perempuan yang akan terlibat Kongres, sekaligus menyatukan pemahaman atau landasan politik tentang gerakan dan organisasi perempuan yang akan dibangun.

Oleh karenanya, jaringan ini membutuhkan struktur, terutama di nasional dan di kota. Jaringan ini juga akan dilegalkan secara maksimal, dan bukan menjadi kepanitiaan tertutup yang hanya diketahui internal, tapi harus populer di depan massa, secara politik dan organisasi. Bentuk struktur di dalam jaringan ini juga adalah wujud penyatuan kerja dari masing-masing organisasi anggota.

Struktur jaringan ini, karena masih akan ditopang oleh struktur masing-masing organisasi yang tergabung, belum begitu perlu untuk sangat lengkap sebagaimana organisasi nasional pada umumnya. Bahkan struktur jaringan akan juga diisi bersama oleh wakil organisasi pendukung, untuk masing-masing fungsi kerja. Dalam pengertian tersebut, struktur kerja jaringan (agar lebih mudah penjelasan, diambil missal dulu nama jaringan adalah Jaringan Perempuan Mahardhika) adalah sebagai berikut:

Di Nasional

KOMITE NASIONAL JARINGAN PEREMPUAN MAHARDHIKA, dengan struktur:
· Koordinator (satu orang), bertugas memimpin Jaringan Perempuan Mahardhika secara nasional, juga merupakan juru bicara utama
· Div. Kerjasama (Koordinator dan anggota, wakil masing-masing organisasi), bersama Koordinator melakukan kampanye dan kerjasama untuk memperluas keanggotaan jaringan dari organisasi di nasional ataupun membangun kerjasama/aliansi dengan pihak lain. Salah satu juga merangkap kerja mengurusi dana, yang dicari bersama-sama
· Div. Jaringan Daerah (Koordinator dan anggota, wakil masing-masing organisasi), bertugas mengkoordinasi Jaringan Perempuan Mahardhika di daerah2
· Div. Bacaan (Koordinator dan anggota, wakil masing-masing organisasi), bertugas menyiapkan dan memproduksi bacaan Jaringan Perempuan Mahardhika untuk kebutuhan secara nasional

Organisasi yang tergabung dan berhak menempatkan wakilnya dalam Komite Nasional adalah organisasi perempuan tingkat nasional dan atau organisasi demokratik tingkat nasional yang mendukung penuh Jaringan Perempuan Mahardhika, dengan salah satu bentuk dukungan adalah menjadikan seluruh organisasi dan anggota perempuannya sebagai anggota Jaringan Perempuan Mahardhika.

Di Kota

KOMITE KOTA JARINGAN PEREMPUAN MAHARDHIKA, dengan struktur:
· Koordinator (satu orang), merupakan juru bicara tingkat kota, memimpin Jaringan Perempuan Mahardhika tingkat kota.
· Div. Jaringan (Koordinator dan anggota, wakil masing-masing organisasi), bertugas mengkoordinasi komite/organisasi parempuan basis, juga membuat program perluasan teritori yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan organisasi-organisasi pendukung (tergantung potensi sektor di tiap teritori).
· Div. Bacaan (Koordinator dan anggota, wakil masing-masing organisasi), bertugas menyiapkan dan memproduksi bacaan untuk kebutuhan kota

Untuk penempatan kawan bisa dilakukan berdasarkan situasi masing-masing organisasi dan seefektif mungkin. Dalam arti bisa saja tidak pada semua divisi ada perwakilan organ, sekalipun secara prinsip masing-masing berhak menempatkan wakilnya, termasuk organ yang baru tergabung. Baik di tingkat nasional dan di kota, struktur bersama ini tetap harus seefektif mungkin.

Tentang perumusan kerja bersama, selain rapat komite (Komite Nasional ataupun Komite Kota), dikenal juga Konferensi Jaringan. Dalam konferensi ini memungkinkan melibatkan seluruh organisasi pendukung (sesuai tingkatnya), sekalipun wakil organisasi tersebut tidak masuk dalam struktur komite.

Struktur di tingkat wilayah tidak menjadi kepentingan mendesak, sehingga tidak masuk dalam program penstrukturan awal. Namun secara prinsip tidak menolak adanya Komite Wilayah Jaringan Perempuan Mahardhika, terhadap suatu wilayah yang telah berdiri struktur kota dan yang telah mendesak kebutuhan penstrukturan wilayah.

Kerja Mendesak Jaringan

Kerja mendesak Jaringan hasil Konferensi Nasional, secara umum selama enam (6) bulan ke depan adalah sebagai berikut:

I. Legalisasi Struktur

Setelah Konferensi Nasional dan terbentuk organisasi kita (termasuk minimal memilih Koordinator Komite Nasional), maka segera secepatnya dicari waktu yang tepat untuk launching organisasi baru ini, dengan prinsip diekspos luas oleh media. Selanjutnya diikuti dengan pembentukan dan launching Komite Kota. (Dari jumlah kota yang terdapat struktur organisasi yang mendukung Konferensi Nasional ini, maka minimal segera bisa dibangun Komite Kota Jaringan Perempuan Mahardhika di 50 kota). Legalisasi struktur ini diarahkan untuk mempermudah pembangunan komite atau bahkan ormas perempuan tingkat basis dan kota, selain untuk kepentingan propaganda. Masing-masing kota akan membuat konferensi dengan diikuti oleh struktur organisasi demokratik pendukung, untuk menghasilkan struktur Komite Kota Jaringan Perempuan Mahardhika

II. Propaganda kepada Perempuan Miskin dan Ibu-Ibu Rumah Tangga

Munculnya Jaringan Perempuan Mahardhika harus segera menjelaskan posisi sebagai alat perjuangan kaum perempuan, dan terutama untuk perempuan miskin dan ibu-ibu rumah tangga. Inilah posisi politik organisasi perempuan yang belum diambil oleh kelompok perempuan yang lain secara serius. Isi propaganda melalui bacaan dan agenda-agenda kampanye yang lain (di radio, Koran, seminar dll) selalu menegaskan posisi ini. Bahkan sekalipun ajang propaganda dilakukan bukan di basis-basis rakyat miskin (misalnya di kampus atau agenda tingkat kota), tekanan propaganda tentang persoalan dan jalan keluar bagi kaum perempuan miskin dan ibu-ibu rumah tangga terus harus dilakukan. Seluruh struktur akan diikat dalam agenda kerja terjadwal nasional, misalnya dalam satu bulan setiap kota harus melakukan agenda kerja atau radikalisasi propaganda (dalam bentuk radikal ataupun moderat) terbuka di tingkat kota minimal satu (1) kali dan di basis rakyat miskin minimal satu (1) kali.

III. Pembentukan Komite Perempuan atau Komite Ibu-Ibu, atau Bahkan Omas Perempuan Teritorial

Pembentukan organisasi perempuan di teritori kampung/desa pertama kali, yang paling mudah, adalah di teritori basis organisasi demokratik pendukung Jaringan Perempuan Mahardhika. Di setiap teritori basis ini, organisasi tersebut dengan seksi perempuannya harus segera membangun komite-komite perempuan, baik sektoral (Komite Perempuan Tani A, Komite Ibu-Ibu Buruh B, Komite Perempuan Kampus C dll) ataupun teritorial (Komite Ibu-Ibu Kampung A, Komite Perempuan Desa B dll). Seluruh Komite ini secara organisasional dan legal tergabung dalam Jaringan Perempuan Mahardhika Kota. Bahkan bisa juga dibangun ormas perempuan, misalnya dari berbagai kelompok diskusi perempuan kampus membentuk satu ormas perempuan kota. Ormas perempuan ini juga terus mengorganisir di kampus-kampus, juga mengerjakan potensi pembangunan Komite Perempuan Kampung di basis miskin. Masing-masing Komite dan Ormas Perempuan ini akan memiliki agenda kerja sendiri untuk memajukan dan meluaskan organisasinya, tapi juga akan selalu terlibat dalam agenda-agenda Jaringan Perempuan Mahardhika.

Konsolidasi organisasi yang lebih maju di kampus/mahasiswa sekarang, sebaik-baiknya bisa menopang perluasan dan penguatan organisasi di luar kampus. Baik berupa pengorgansiran dalam jangka waktu tertentu, ataupun hanya pelaksanaan program tertentu (misalnya advokasi, diskusi, pengobatan ibu-anak, dll).

IV. Perluasan Basis dan Jaringan

Perluasan basis yang tersedia dari potensi di masing-masing kota, bahkan kota baru, (baik karena datang sendiri sebagai hasil propaganda, ataupun karena persoalan/kasus rakyat yang kemudian kita datangi) sangat penting dikerjakan. Terhadap potensi perluasan ini akan dikerjakan bersama organisasi demokratik pendukung (sesuai sektornya), sehingga bisa Komite Perempuan terbentuk lalu dibangun cabang organ demokratik tersebut, atau sebaliknya, diorganisir organisasi demokratik dan dibangun organisasi baru kemudian dibangun Komite Perempuan. Selanjutnya bacaan dan agenda basis yang akan mempertahankan dan memajukan wadah yang telah terbentuk tersebut.

Perluasan yang sama juga diarahkan untuk mendapatkan anggota jaringan baru dari organisasi perempuan lain yang sudah ada. Sehingga dibutuhkan berbagai bentuk kerjasama, sebelum organ tersebut mengenal dan masuk Jaringan. Dalam arti, dibutuhkan berbagai ajang-ajang politik bersama kelompok lain (dengan isu perempuan ataupun bukan) yang terus menerus diarahkan pada penerimaan program politik kita. Selain dalam kepentingan untuk bertambahnya anggota jaringan, ajang bersama atau persatuan-persatuan dalam platform minimal sekalipun (dalam bentuk agenda radikal ataupun moderat) tersebut akan terus mendorong maju gerakan perempuan, secara politik dan organisasi. Bahkan walaupun beda ideologi, bukan tidak mungkin kembali bisa dilakukan konsolidasi nasional perempuan oleh beragam organisasi perempuan, sebagaimana Kongres Wanita Indonesia pada masa sebelum Soeharto.

Kerja keras kaum perempuan progresif untuk mendorong maju gerakan dan kaum perempuan, yang akan menentukan kepemimpinan politik dan perluasan struktur dari organisasi kita, bahkan juga bagi gerakan demokratik. Situasi objektif sedang dan akan terus menyediakan potensi-potensi politik-organisasi. Kongres untuk membentuk ormas perempuan nasional, dengan keanggotaan organisasi yang luas dan massa besar, segera akan juga kita sanggup laksanakan, dengan sekali lagi: kerja keras.
*** Dokumen III Program dan Strategi Taktik Hasil Konferensi Nasional 22 Maret 2006, “Program dan Strategi Taktik Perjuangan Perempuan” Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika.





Previous
Next Post »
Thanks for your comment