Organisasi (PMII) dan Perubahan

ORGANISASI (PMII) DAN PERUBAHAN*
Oleh : M. Hasanuddin Wahid**

Prolog
                Setiap organisasi adalah bagian dari suatu sistem yang lebih besar (masyarakat) yang akan mempengaruhi sistem, dan organisasi itu merupakan salah satu bagian (sub-sistem)nya. Ini penting dipahami  karena seseorang atau kelompok-kelompok tertentu akan mencurahkan perhatiannya pada hubungan antara organisasi dengan lingkungannya dalam rangka membantu organisasi untuk mengetahui, menyerap perubahan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan tersebut.
                Setiap organisasi (include: PMII) merupakan sebuah sistem, dan setiap sistem memiliki batas-batasnya (system’s boundaries). Batas-batas tersebut bersifat fleksibel, sehingga memungkinkan adanya ekspansi batas-batas sebuah sistem, sekaligus terbuka kemungkinan untuk mengkonstraksi batas-batas itu. Proses tersebut akan berkelanjutan dan ia akan menjadi penting dan akseleratif di masa mendatang.
                PMII sebagai organisasi yang hidup dalam dunia penuh perubahan sejak dulu kala yang kerap diungkapkan dengan panta rei, alles verandert, atau everything changes. Perubahan itu dapat berlangsung evolusoner maupun revolusioner, perubahan juga belum tentu selalu menuju kepada kondisi yang lebih baik, perubahan terkadang mengambil bentuk sebagai planned change (perubahan yang terencana) maupun unplanned change (perubahan yang tidak direncanakan). Peliknya, PMII (sebagai organisasi) senantiasa dituntut (dipaksa) menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan perubahan.

Kekuatan Pendorong/Pembantu dan Penghalang Perubahan Organisasional
                Menurut George Jones (2002:645-646), perubahan keorganisasian selalu dihadapkan pada kekuatan penghalang di satu pihak dan kekuatan pendorong di lain pihak, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:
Kekuatan yang Membantu
Kekuatan yang Menghalangi
Kekuatan-kekuatan kompetitif
Kendala-kendala keorganisasian kekuasaan dan konflik
Kekuatan ekonomi dan politik
Perbedaan-perbedaan dalam orientasi fungsional
Struktur mekanistik
Kekuatan-kekuatan global
Kultur keorganisasian
Kekuatan-kekuatan demografik dan kekuatan-kekuatan sosial
Kendala-kendala kelompok
Norma-norma kelompok
Kohesivitas kelompok
Kekuatan-kekuatan etikal
Pemikiran kelompok dan eskalasi komitmen
Kendala-kendala individual
Ketidakpastian dan perasaan tidak aman
Persepsi selektif dan retensi kebiasaan

Sebab/Sumber/Dasar/Fundamen Terjadinya Perubahan Organisasional
                Perubahan-perubahan dalam suatu organisasi distimulasi oleh pelbagai macam kekuatan internal maupun eksternal yang kerap berinteraksi antar keduanya dalam realitas. Sumber-sumber perubahan tersebut, dikodifikasi oleh Kast & Rosenzweig (1974:575-577) dalam bentuk-bentuk suprasistem maupun subsistem organisasi, sebagai berikut:

Tingkat-Tingkat Perubahan Organisasional
                Gray & Starke (1984:552-553) menyatakan bahwa kunci sukses me-manage perubahan salah satunya tergantung pada kemampuan dan keberhasilan menganalisis tentang tingkat-tingkat perubahan keorganisasian, yang mencakup tingkat individu, kelompok dan keorganisasian.
Perubahan-perubahan disatu tingkat mempengaruhi tingkat-tingkat lain di mana dampak dominan berlangsung dari tingkat keorganisasian total, kebawah hingga tingkat individu. Perubahan organisasional cenderung membawa perubahan besar pada individu, tetapi individu akan menimbulkan dampak minimal atas organisasi, sedangkan kelompok akan menimbulkan dampak moderat atas individu maupun organisasi.
                Perubahan organisasional memiliki sejumlah tipe perubahan tersendiri, yakni: perubahan strategik, perubahan teknologikal, perubahan struktural dan perubahan manusia. (sweeney & McFarlin,2002). Sedangkan Lussier (1997:248) menderivasi tipe perubahan keorganisasian sebagai berikut:




Perubahan Strategis
Perubahan Struktural
Perubahan Teknologis
Perubahan Manusia
Proses, Tahap, Faktor, dan Fase Planned Changes
        Proses perubahan keorganisasian yang direncanakan mencakup 9 (sembilan) langkah (Winardi;2006;84) sebagai berikut :
Laksanakan penilaian tentang lingkungan
Tetapkan celah kinerja
Laksanakan diagnosis masalah-masalah keorganisasian
Cari pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan
Tetapkan tujuan-tujuan
Kurangi penolakan dan resistensi
Identifikasi sumber-sumber penolakan
Implementasi perubahan
Lakukan penilaian & ukur hasil perubahan tersebut
 

















Sedangkan faktor-faktor yang turut menentukan sukses tidaknya atau berhasil tidaknya sebuah perubahan organisasional dapat berupa :
   














Sementara itu fase perubahan menurut Kurt Lewin (1951) ada 3 (tiga) macam fase, yakni :

Epilog: PMII Bergerak atau Diam; Berubah atau Statis ?
Adagium teori sosial menyatakan, sesuatu akan tetap ada kalau dia berfungsi, kalau sampai hari ini PMII ada, maka berarti ia berfungsi. Tak sedikit pihak mempertanyakan, fungsi apa yang sedang dan telah dilakoni PMII selama ini? Apa amal solehnya buat Islam? Kalau memang PMII ‘sangat dekat dengan NU’ apa karya nyatanya bagi jama’ah dan jam’iyah? Apa sumbangsih kongkritnya buat bangsa dan negara ini? Bagi mahasiswa yang menjadi anggotanya? Bagi reformasi, demokrasi, pluralisme, dan kemanusiaan? Tentunya warga pergerakan memiliki jawaban tersendiri atas sejumlah ‘gugatan sosial’ tersebut, entah dengan tulisan, polemik, apologi, aksi jalanan, menebarkan program kerja, atau mendiamkan/mengacuhkannya saja.

5 Kunci Sukses dan Soliditas Organisasi PMII
Meski begitu, penulis mencoba menawarkan sejumlah hal yang dapat dikonfirmasikan PMII untuk membuktikan bahwa ‘pergerakan’ ini ada, berubah dan berfungsi, yakni:

Demi mengakselerasi 5 hal di atas, maka PMII segera harus melakukan 4 konsolidasi, yakni konsolidasi pikiran, konsolidasi organisasi, konsolidasi program dan konsolidasi jaringan.
Pertama, konsolidasi pikiran; adalah menghimpun seluruh khazanah basis berpengetahuan ala PMII, baik mulai dari pemikiran NDP, Aswaja dan Paradigma serta men-dialektika-kannya dengan realitas kekinian dan kedisinian. Artinya, seluruh kader PMII, meski memiliki konsentrasi pemikiran yang berbeda, harus memiliki kesamaan pandangan dan alur pikir demi mewujudkan langgam dan laku berpengetahuan khas PMII. Konsolidasi pikiran ini diajukan untuk menuntaskan problem keindonesiaan, keislaman dan kemahasiswaan, baik di ranah lokal, nasional, regional dan global. Konsolidasi pikiran ini mencakup pula gerak dan proses akumulasi pengetahuan kader PMII yang berorientasi pada ilmu untuk diamalkan berbasiskan disiplin ilmu kader, kebutuhan kader dan mode berpengetahuan khas PMII.
Kedua konsolidasi organisasi; adalah mengoptimalkan kemampuan (sumberdaya),  Struktur Penggurus,  Anggota sebagai modal kematangan organisasi, tertib admistrasi dan taat aturan-aturan hukum dan ketentuan PMII, penyelarasan aturan hukum sebagaimana hirarki yang ada. (AD/ART-PO-PO (Peraturan Organisasi) – SK-SK (Keputusan Organisasi) dan pembagian kewenangan antar lembaga-lembaga baik dari PB PMII s/d Penggurus Rayon PMII.
Ketiga konsolidasi program; adalah membangun sinergi program strategis maupun taktis dari PB PMII s/d PR PMII berupa Sosialisasi, diseminasi dan kerjasama-kerjasama atau membangun kemitraan strategis dengan pihak lain yang saling menguntungkan dan berkeadilan. Kerjasama pelatihan-pelatihan dan pengembangan sumberdaya Anggota PMII. 
Keempat konsolidasi jaringan; adalah mengupayakan eksistensi dan akselerasi gerakan dengan menjalin hubungan strategis yang dialektik dengan multi stake holder, dan organ atau lembaga strategis, baik  yang setingkat  atau lainnya seperti (OKP /Ormas/Perguruan Tinggi/LSM/Pengusaha dll), maupun lembaga-lembaga  strategis berskala nasional, regional maupun internasional.   
Namun, permasalahannya adalah maukah PMII untuk berubah dan melakukan perubahan? Wallahu a’lam bis showab.

Jakarta, 16 Maret 2010
* Disampaikan Pada Pelatihan Kader Lanjutan (PKL) PKC PMII DKI Jakarta di Bekasi pada tanggal 16 Maret 2010.
** Penulis pernah jadi anggota PMII dari 1994 s/d 2008 PMII.
.
.
.BACA JUGA :
.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment