Hari ini, 21 April 2017, seluruh masyarakat dipelosok Indonesia memperingati hari Kartini. Salah satu pahlawan kebanggaan kita semua yang telah menginspirasi banyak insan sosial dari berbagai kalangan, khususnya perempuan, dialah Raden Ajeng Kartini.
Dalam pergerakannya, nilai – nilai keseteraan selalu diperjuangan. Ia sosok pencerah kaum wanita yang memberikan dampak lewat karya-karyanya yang fenomenal dan mendorong kaumnya untuk bergerak masuk ke semua ruang publik, bersekolah, bersuara atas nama perempuan, berkiprah secara politis dan turut serta dalam pembangunan Negara.
Dalam peringatannya, tentu menjadi sebuah refleksi bagi kita semua. Ketika mata kita telah berhadapan dengan seabregnya masalah yang melanda perempuan di dunia khususnya negeri kita Indonesia tercinta. Mulai dari masalah ketenagaan kerja wanita yang illegal hingga kasus human trafficking dan kekerasan terhadap perempuan, serta dalam bidang kesehatan seperti HIV/AIDS, kanker, tumor dan sebagainya yang merupakan lembaran pilu yang melanda kaum hawa.
Ini kenyataan, dan benar adanya bahwa inilah realitas sosial yang ada disekitar kita. Miris mengingat keindahan serta segala yang ada pada perempuan telah menjadi komoditas yang dikomersilkan, dan fenomena ini dapat diibaratkan sama persis dengan kondisi ibu pertiwi yang memiliki berbagai masalah yang tak jua kunjung usai. Ibu pertiwi ini kaya, dan perempuan itu mulia, itulah analoginya, kemiripan atau kesamaan yang cukup mendilematiskan.
Makna filosofis itu sangat mengena, bukan? Antara perempuan dan negeri kita. Perempuan makhluk suci yang memang sulit kita mengerti sifatnya, namun ia adalah sosok mulia yang melahirkan orang – orang hebat di dunia. Lalu, analoginya dengan Indonesia. Ia pun begitu karena adalah ibu pertiwi bangsa ini, sangat kaya akan harta sosial, budaya, dan alamnya, namun sangat sayang ketika masyarakat masih berada dalam jerat kemiskinan, dan masalah sosial lainnya yang begitu kompleks. Ingatlah bahwa Ibu Pertiwi juga ikut mencetak generasi, orang – orang terbaik yang namanya dikenal di ruang internasional.
Perempuan dan Hedonisme?
Dalam perayaan dan peringatan hari Kartini, kita kerap menemukan perayaan yang hanya bersifat “seremonial” belaka. Sadar atau tidak semua kebanyakan minim dengan nilai perjuangan perempuan sesungguhnya. Perayaan dan peringatan itu semua terkadang berhenti hanya pada ruang – ruang perlombaan, diskusi, seminar dan lain sebagainya, yang memberikan kesan euphoria pada hari yang istimewa itu.
Marilah kita berkontemplasi sejenak saja, dalam perenungan mulia yang reflektif bahwa ada suatu masalah lain bagi kaum perempuan.
Ketika tidak hanya masalah yang kita sadari seperti komersialisasi perempuan menjadi komoditas, partisipasi perempuan, pendidikan, ataupun penyakit biologis yang sering menghantui perempuan. Masih ada persoalan lain, yakni terpenjaranya perempuan – perempuan modern dalam kerangkeng besi “hedonisme” yang menjadikan mereka manusia yang sangat konsumtif. Meskipun mereka sudah cerdas, dan sudah berlari ke ruang publik, atau politis, tentu saja tidak perlu berlarut dalam kegembiraan semu itu. Persoalan hedonisme perempuan secara sosiologis mendorong kepada mentalitas yang mengetujuankan hidup hanya pada suatu kenimatan tanpa memikirikan aspek – aspek watak perempuan sesungguhnya, perempuan besar, dan mulia. Gaya hidup ini juga sangat memberikan dampak secara sosial, idiom baru yang mengatakan bahwa perempuan cantik itu perempuan seksi, dan pada akhirnya kekuasaan perempuan terhadap diri sendiri sebenarnya melemah.
Contohnya, adalah ketika perempuan mempertontonkan aurat, atau bagian tubuh yang dianggap seksi. Memang itu adalah hak bagi setiap manusia, namun kelak hal ini menjadi salah satu faktor terbesar terjadinya perilaku menyimpang seperti asusila, dan pemerkosaan.
Pada masa – masa modern saat ini, dapat dikatakan perempuan Indonesia sudah keluar dari ranah domestiknya menuju ruang publik, namun secara kasat mata perempuan tetap harus berjuang untuk keluar dari penjara hedonisme karya kapitalis modern yang memenjarakan mereka dalam kenikmatan semu yang akan membawa dampak buruk bagi mereka kelak. Oleh karena itu, pada hari yang istimewa ini, hari Kartini menjadi momentum besar untuk perayaan yang tidak hanya dihiasi dengan lomba – lomba berkebaya, memasak semata, atau yang bersifat seremonial saja. Harapan besar dan tindakan besar harus mengkristal pada hari yang istimewa ini, paling tidak memiliki penyadaran reflektif bagi perempuan dan seluruh masyarakat Indonesia.
Karenanya, bangkitlah perempuan Indonesia! Jadikan dirimu berharga dimata dunia, cerdaskan dirimu, karena kamu adalah pemilik rahim yang kelak melahirkan orang – orang hebat di Indonesia. Amin.
ConversionConversion EmoticonEmoticon